Lokapasar Bukalapak mendapatkan pinjaman sebesar Rp2 triliun dari Bank DBS Indonesia, yang ditandai dengan penandanganan perjanjian fasilitas perbankan dalam bentuk uncommitted revolving short term loan maximum. Pinjaman dibuat tanpa ada jaminan khusus dan agunan.
Corporate Secretary Bukalapak, Perdana A. Saputro, menyatakana, pinjaman tersebut bukan transaksi afiliasi. Perjanjian itu juga berlaku selama setahun hingga 12 November 2022 dan dapat diperpanjang 3 bulan pascajatuh tempo pemberitahuan kepada pihaknya kecuali Bank DBS mengakhiri lebih awal.
“[Tanggal jatuh tempo] akan diperpanjang secara otomatis untuk jangka waktu 3 bulan dengan pemberitahuan kepada perseroan kecuali jika diakhiri lebih awal oleh PT Bank DBS Indonesia," ucapnya. Utang yang dipinjamkan Bank DBS ini memiliki suku bunga 4,5% per tahunnya.
Perjanjian fasilitas perbankan mengatur beberapa tindakan tertentu yang memerlukan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditur, antara lain untuk mengikatkan diri sebagai penjamin terhadap pihak ketiga, memindahtangankan sebagian besar aset atau aset material kepada pihak ketiga, dan mengajukan permohonan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran.
Perdana mengklaim, pinjaman dari Bank DBS ini sebagai langkah strategis awal Bukalapak melakukan diversifikasi sumber pendanaan selain penggunaan ekuitas yang diperoleh perseroan melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). "Di mana perseroan juga telah mendapatkan kepercayaan dari sektor perbankan dalam upaya memperkuat posisi keuangan."
Pinjaman ini bakal digunakan Bukalapak sebagai bridging facility untuk aktivitas pengembangan usaha. Sekalipun akan ada kewajiban lebih dari perseroan, dia memastikan, takkan berdampak material secara negatif di keuangan perusahaan.
Bedasarkan keterbukaan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Bukalapak masih mencatatkan rugi bersih Rp766,23 miliar sepanjang semester I-2021. Jumlahnya menyusut 25,33% dari jumlah kerugian pada periode sama 2020, yang mencapai Rp1,02 triliun.
Sementara itu, perusahaan rintisan unicorn Indonesia pertama yang melakukan IPO ini mengantongi pendapatan neto Rp863,62 miliar dalam semester I-2021. Pendapatan tersebut tumbuh 34,67% dari raihan omzet neto pada semester 1-2020 sebesar Rp641,28 miliar.
Penandatanganan perjanjian fasilitas perbankan tersebut merupakan transaksi material sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17, di mana nilai pokok fasilitas melebihi 50% dari ekuitas perseroan berdasarkan Laporan Keuangan triwulanan per 31 Maret 2021 yang direviu oleh KAP Purwantono, Sungkoro, & Surja.