Bukan barang mewah, motor juga harus dapat insentif
Pemerintah sudah jor-joran memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan roda empat. Perlakuan yang sama diharapkan diterapkan juga untuk kendaraan roda dua.
Hal ini terlihat dari survei yang digelar Lembaga Survei Kedai Kopi (Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia) terhadap 800 orang. Tercatat, 77,6% responden setuju terhadap relaksasi PPnBM ini.
Hasil survei yang dirilis Maret lalu juga menunjukkan 59,1% diantaranya menilai bahwa diskon pajak barang mewah ini juga harus diberikan untuk kendaraan roda 2. Sebaliknya, 22,5% mengatakan tidak perlu dan 18,4% mengatakan tidak tahu.
Kemudian, 59% responden mengatakan bahwa kebijakan diskon pajak ini akan adil apabila diberlakukan untuk mobil dan sepeda motor. Sedangkan 22,8% menyatakan tidak adil dan 18,2% mengatakan tidak tahu.
“Dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap kebijakan relaksasi PPnBM memperlihatkan bahwa kebijakan insentif seperti ini sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Direktur Kedai Kopi Latifani Halim kepada Alinea.id, Kamis (18/3).
Pemerintah memang telah memperluas cakupan pemberian insentif PPnBM. Semula, hanya untuk kendaraan roda 4 dengan kapasitas mesin 1.500 cc saja. Namun, kini berlaku juga untuk mobil dengan kubikasi mesin 1500 cc hingga 2.500 cc.
Tujuan diskon pajak itu tak lain untuk kembali menggeliatkan industri otomotif, khususnya produksi dan penjualan mobil. Pasalnya, pandemi Covid-19 telah memukul produksi dan penjualan pada tingkat wholesale yang secara berturut-turut terkontraksi 46,37% dan 43,38% sepanjang 2020.
Terbukti, setelah diberikannya diskon pajak barang mewah, penjualan mobil secara wholesale pada Maret, langsung melejit hingga 72,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Tidak hanya itu, penjualan bahkan lebih tinggi 10,5% dibandingkan penjualan pada Maret 2020.
“Ini karena insentif atau stimulus langsung mengena pada harga jual KBM (kendaraan bermotor) tersebut. Sehingga harganya jadi lebih terjangkau,” ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto, kepada Alinea.id, Jumat (9/4).
Dengan meningkatnya penjualan, Gaikindo bahkan berani menargetkan penjualan mobil hingga 750.000 unit hingga akhir tahun ini. Angka ini jelas jauh lebih tinggi dari penjualan tahun 2020 yang hanya mencapai 532.027 unit.
Roda dua juga terdampak pandemi
Sebaliknya, kinerja industri kendaraan bermotor roda 2, kata Pengamat Otomotif Bebin Djuana, masih akan tertekan karena pandemi. Daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang semakin tipis, membuat penjualan sepeda motor semakin seret.
Belum lagi, sepeda motor yang dibeli secara kredit, dengan bantuan lembaga keuangan, justru membuat suku bunga kredit kendaraan roda 2 ini semakin tinggi. Alhasil semakin sulit dijangkau oleh masyarakat kalangan bawah.
“Kalau moge (motor gede) tidak dipengaruhi hal itu (rendahnya daya beli masyarakat-red). Tapi dikarenakan sedang diketatkan pengawasan terhadap knalpot bising,” urainya, kepada Alinea.id, Sabtu (10/4).
Sementara itu, meski terbilang stabil, produksi dan penjualan sepeda motor tetap mengalami penurunan pada tahun lalu. Mengutip data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), penjualan motor pada periode Januari hingga Desember 2020 tercatat sebesar 4.363.408 unit. Turun sekitar 43,57% jika dibanding penjulan 2019, yang sebesar 7.010.529 unit. Adapun produksi kendaraan roda 2 juga tercatat minus 40,21% pada tahun lalu.
Meski turut mengalami penurunan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memastikan tidak akan ada potongan PPnBM untuk sepeda motor. Hal itu dikarenakan motor tidak tergolong ke dalam kelompok barang mewah.
Kecuali, sepeda motor maupun kendaraan roda tiga dengan kubikasi mesin 250 cc sampai 500 cc. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM, golongan kendaraan itu dikenakan PPnBM sebesar 60% dari harga jual.
“PPnBM tidak termasuk sepeda motor,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari, melalui pesan singkat, kepada Alinea.id, Senin (12/4).
Hal tersebut lantas diamini oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier. Menurutnya, sepeda motor bukan merupakan barang mewah, sehingga tidak akan dikenakan beban PPnBM. Namun, masih ada pajak lain, yang dikenakan kepada kendaraan roda 2 ini, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Makanya, kalau motor tidak masuk dalam skema relaksasi PPnBM,” ujarnya singkat, kepada Alinea.id, Minggu (11/4).
Insentif selain PPnBM
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, kepada Alinea.id menjelaskan, meski tidak bisa mendapat relaksasi PPnBM karena bukan merupakan barang mewah, pemerintah masih harus memberikan insentif lain kepada industri sepeda motor. Beberapa diantaranya adalah dengan memberikan potongan PPN atau berupa keringanan Pajak Kendaraan Bermotor yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Dia bilang, dengan adanya keringanan pajak motor, masyarakat menengah yang masih memiliki tabungan diperkirakan akan lebih tertarik untuk membeli kendaraan roda 2 itu. Bahkan, kemungkinan pertumbuhan akan lebih besar terjadi pada industri sepeda motor ketimbang penjualan kendaraan roda 4.
“Sekarang (penjualan sepeda motor) sekitar 200.000-an per bulan. Mungkin dengan insentif pajak ini bisa didorong lebih besar lagi,” kata Tauhid, Sabtu (10/4).
Namun demikian, peningkatan tidak akan terjadi secara drastis. Lantaran daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih tertahan, bahkan cenderung mengalami penurunan.
“Memang agak berat. Tapi saya yakin, penjualannya akan merangkak perlahan,” tegas dia.
Selain itu, dengan meningkatnya penjualan sepeda motor di masa pandemi, praktis akan membuat pajak kendaraan bermotor yang dibayarkan masyarakat pemilik motor tiap tahunnya juga akan mengalami peningkatan. Dus, pendapatan pajak daerah pun akan mengalami hal serupa di tahun-tahun yang akan datang.
“Kan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) semua bayar setiap tahun. Relaksasi ini kan untuk BPKB (Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor). Dan itu harus bayar ke daerah tiap tahun,” imbuh Tauhid.
Jika penjualan sepeda motor naik, tambahnya, akan memberikan dampak pula pada perekonomian nasional. Sebab, dari kontribusi sektor otomotif terhadap Produk Domestik Bruto yang hanya sebesar 1,35%, 0,7% diantaranya disumbang oleh penjualan kendaraan roda 2, baik itu dari pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Selanjutnya, pemerintah juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menjalankan insentif ini. “Kalau Pemerintah Pusat sudah menetapkan kebijakan ini, Pemerintah Daerah kan mau tidak mau juga mengikuti. Lembaga lain juga,” tuturnya.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Pemerhati Ekonomi dan Industri Abdul Aziz. Dia bilang, agar adil dan industri otomotif dapat bangkit dengan cepat, pemerintah juga harus memberikan insentif bagi sepeda motor. Terlebih, menurutnya saat ini kinerja industri kendaraan roda 2 tak kalah memprihatinkan dari kondisi industri kendaraan roda 4 pada tahun lalu.
“Tapi kok tidak ada bantuan untuk perusahaan sepeda motor? Boleh jadi pembebasan PPN misalnya,” ujar dia kepada Alinea.id, melalui pesan singkat, Minggu (12/4).
Sudah lebih baik
Data AISI menunjukkan kondisi industri sepeda motor saat ini sudah jauh lebih baik ketimbang kuartal-IV 2020. Hal itu terlihat dari penjualan domestik kendaraan roda 2 periode Januari 2021 yang mencapai 394.733 unit. Adapun rata-rata penjualan sepeda motor selama kuartal-IV 2020 hanya sekitar 300 ribu unit.
Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala mengatakan, pihaknya akan sangat senang apabila sepeda motor juga mendapat insentif. Karena sama seperti kebanyakan industri lainnya, industri kendaraan roda 2 ini juga mengalami tekanan besar karena pagebluk Covid-19, sehingga membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.
Selain itu, pemberian insentif untuk sepeda motor, menurutnya juga cukup beralasan. Lantaran hampir semua penduduk Indonesia melakukan kegiatan sehari-harinya dengan mengendarai sepeda motor.
“Karena memang sepeda motor ini lebih banyak digunakan sebagai alat transportasi produktif, kegiatan sehari-hari masyarakat,” ujarnya beberapa waktu lalu, kepada Alinea.id.
Meski begitu, AISI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, khususnya Kemenperin dan Kementerian Keuangan terkait insentif apa yang akan diberikan kepada industri sepeda motor.
Di sisi lain, beberapa APM sebelumnya telah menyerukan agar pemerintah memberikan insentif pada industri sepeda motor. PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI), salah satunya yang paling lantang menyerukan keinginannya itu.
Menurut Head & Sales Promotion KMI Michael C. Tanadhi, memang tidak bisa jika pemerintah harus memberikan insentif PPnBM. Namun, ada alternatif lain yang bisa dilakukan Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan industri ini, yakni dengan memberikan insentif atau potongan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Sebab, dengan adanya keringanan tarif BBNKB, secara otomatis akan memangkas harga penjualan retail motor baru. “Saya yakin, cara ini bisa menstimulus penjualan motor di Indonesia,” katanya, Selasa (17/3) lalu.
APM lain, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) juga mengatakan hal serupa. Dept. Head of Sales & Marketing 2W SIS Yohan Yahya menjelaskan, saat ini sepeda motor sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah, baik berupa diskon pajak atau insentif lainnya.
Menurutnya, dengan adanya relaksasi pajak, bukan berarti pengguna sepeda motor akan terbebas dari pajak. Sebaliknya, keringanan pajak yang diberikan saat ini bisa menjadi titik balik untuk perekonomian nasional.
“Kalau pajak misal BBNKB bisa berkurang 50% tentunya akan sangat baik bagi calon pembeli. Sedangkan untuk pajak PKB-nya sebaiknya (berkurang) 50% juga,” kata dia, kepada Alinea.id, Kamis (8/4).