PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) mulai membangun pabrik hilirisasi batu bara di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ), Tanjung Enim, Sumatra Selatan.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan pabrik hilirisasi batubara ini merupakan kelanjutan dari head of agreement hilirisasi batu bara yang telah ditandatangani perusahaan dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia, dan PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk. pada 8 Desember 2017 lalu di Jakarta.
Arviyan mengatakan, melalui teknologi gasifikasi, batu bara kalori rendah akan diubah menjadi produk akhir yang bernilai tinggi. Teknologi ini akan mengonversi batu bara muda menjadi syngas untuk kemudian diproses menjadi dimethyl ether (DME). Bahan bakar ini akan menjadi substitusi LPG, mengubah urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
“Sehingga tercipta produk akhir yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan sekadar produk batu bara. Dengan demikian, hal ini diharapkan akan semakin menguntungkan perusahaan,” kata Arviyan melalui siaran resmi yang diterima Alinea.id, Minggu (3/3).
Di kawasan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) akan dibangun empat komplek pabrik untuk mendukung proyek hilirisasi meliputi komplek pabrik coal to syngas, komplek pabrik syngas to urea, komplek pabrik syngas to DME, dan komplek pabrik syngas to polypropylene.
Arviyan mengungkapkan, dalam setahun, pabrik gasifikasi batu bara ini akan memproduksi 500.000 ton urea, 400.000 ton DME, dan 450.000 ton polypropylene untuk memenuhi kebutuhan pasar. Rencananya, pabrik ini mulai beroperasi pada November 2022.
Lebih lanjut, dia mengatakan, dengan target tersebut diperkirakan perusahaan membutuhkan batu bara sebesar 5,2 juta ton per tahun untuk bahan baku produksi, dan 1 juta ton untuk pasokan listrik. Sehingga, total batu bara yang dialokasikan untuk proyek ini mencapai 6,2 juta ton setahun.
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyambut baik kerja sama ini dan mengharapkan agar realisasi pabrik hilirisasi batu bara segera terwujud. Menurut dia, Indonesia harus tetap mengembangkan industri hilirisasi batu bara, bukan hanya untuk mengurangi impor, melainkan juga menggenjot ekspor.
“Hilirisasi juga penting dalam upaya mengurangi polusi dari batu bara dengan memproduksi clean energy berupa syngas yang akan jadi hulu dari berbagai produk seperti DME bahkan sampai solar dan avtur,” ujar Rini.
Untuk diketahui, kerjasama Bukit Asam dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, dan Chandra Asri Petrochemical merupakan salah satu bentuk implementasi Peraturan Pemerintah (PP) 1/2017 tentang Hilirisasi Mineral dan Batu bara, serta Kepmen ESDM 2183 K/30/MEM 2017 tentang Penetapan Kebutuhan dan Presentasi Minimal Penjualan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri.
Arviyan berharap kerja sama ini dapat memberikan nilai tambah batu bara, sehingga batu bara tidak hanya dijual sebagai produk akhir, tetapi dijadikan sebagai bahan baku. Selain itu, diharapkan dengan kerja sama ini juga dapat meningkatkan sinergi antar BUMN, serta menciptakan efisiensi dalam industri batu bara, gas, pupuk dan kimia.