Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengeluarkan surat edaran (SE) tentang izin pengangkatan staf ahli bagi direksi BUMN. Dalam surat nomor SE-/MBU/08/2020 itu disebutkan bahwa direksi BUMN dapat memperkerjakan sebanyak-banyaknya lima orang staf ahli dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan perusahaan.
Tugas mereka adalah menganalisis dan merekomendasikan penyelesaian atas permasalahan strategis dan tugas lainnya di lingkungan perusahaan berdasarkan penugasan yang diberikan direksi. Dalam SE berlogo BUMN tersebut juga menyatakan penghasilan yang diterima staf ahli berupa honorarium yang ditetapkan direksi dengan memperhatikan kemampuan perusahaan.
Besaran honorarium dibatasi sebesar-besarnya Rp50 juta per bulan dan tidak diperkenankan menerima penghasilan lain selain honorarium tersebut. SE tersebut juga mengatur masa jabatan staf ahli dibatasi paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang satu kali selama satu tahun masa jabatan.
Staf ahli juga tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai staf ahli di BUMN lain, Direksi atau dewan komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN, serta sekretaris dewan komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, keluarnya SE ini untuk membuat hal-hal yang selama ini tidak transparan dan tertutup di masing-masing BUMN menjadi transparan.
"Karena apa? Kami menemukan beberapa BUMN membuat staf ahli atau advisor atau apapun namanya dibuat di masing-masing BUMN. Tidak transparan, ada yang sampai 11-12 orang, ada yang digaji Rp100 juta atau lebih," ujar Arya saat dikonfirmasi, Senin (7/9).
Dia mencontohkan, dulu di PLN terdapat belasan staf ahli. Begitu juga di Pertamina. Sehingga, Kementerian BUMN merasa perlu merapikan posisi ini dan membuat batasan.
"Jadi kalau ada yang bilang ini ada ribuan jabatan, dengan adanya SE ini, justru kami rapikan. Kami buat transparan dan legal, tidak diam-diam, jelas, dan tidak boleh merangkap," ujarnya.