Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, era digital telah mengubah banyak sendi-sendi kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan adaptasi dalam mengikuti perubahan zaman dan menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia. Ini terlihat berdasarkan adanya perubahan cara kerja, cara berusaha, hingga hal-hal penting lain dalam kehidupan yang sangat memerlukan dukungan digital.
“Ini era yang tidak bisa terhindarkan, digitalisasi suka tidak suka harus dihadapi dan kita tidak mungkin berdiam diri,” jelas Erick saat dirinya menghadiri seminar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) DKI Jakarta bertajuk “Menuju Masyarakat Cashless” di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8).
Menurut Erick, Indonesia memiliki sumber daya besar dalam menjadikan ekonomi digital sebagai fondasi bangsa di masa yang akan datang. Ini berdasarkan data yang bisa sampaikan, yakni demografi Indonesia sekarang mayoritas adalah generasi muda dengan jumlah 55% masyarakat berusia di bawah 35 tahun, dan menjadi pelecut agar industri digital Indonesia makin berkembang.
Ia pun memproyeksikan Indonesia akan menjadi pemain industri digital terbesar di Asia Tenggara pada 2030, dengan dukungan dari potensi ekonomi digital Indonesia, yaitu diprediksi mencapai Rp4.500 triliun di 2030 atau tumbuh delapan kali lipat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi sehingga akhirnya hanya jadi market. Saat hanya menjadi market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," terang Erick.
Indonesia sudah terlalu lama terlena sehingga sumber daya alam (SDA) dan market besar Tanah Air hanya dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi negara lain. Tak ingin tinggal diam, pemerintah saat ini pun mulai bekerja keras menekan pengiriman SDA dalam bentuk bahan baku ke luar negeri, yakni salah satunya dengan memperkuat ekosistem industri baterai listrik.
Erick pun menganggap keberpihakan terhadap SDA berdampak besar bagi masyarakat lewat terciptanya pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
“Kita tidak antiasing atau antiinvestasi luar negeri, tetapi keseimbangan pertumbuhan yang merata harus dipastikan, pertumbuhan Indonesia harus lebih tinggi dari negara lain," sambungnya.
Seiring dengan perkembangan digitalisasi di berbagai sektor, ini juga mempengaruhi pada sistem pembayaran cashless atau nontunai. Sejak awal, Kementerian BUMN telah berkomitmen memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses sistem pembayaran nontunai lewat program transformasi inovasi model bisnis dan kepemimpinan teknologi.
"Sejak awal, kita bangun ekosistem yang mana digital menjadi kunci untuk bisa bersaing. Jangan BUMN jadi dinosaurus yang mati dimakan zaman karena besar badan, tetapi tidak mau bermetamorfosis," tegasnya.
Ia pun memuji atas terobosan digitalisasi yang telah dilakukan beberapa BUMN, yaitu ASDP Indonesia yang merupakan badan yang bergerak di bidang transportasi air dengan digitalisasi Ferizy, kemudian Bank Mandiri dengan layanan Livin.
"Contoh Ferizy ASDP, dulu penyeberangan antre truk bisa 10 jam, kita coba dua tahun lalu, sistem e-tiketing, ini mampu menghemat biaya logistik kita yang saat ini masih 23% atau lebih tinggi dari negara lain yang sudah 13%," kata Erick.
Keberhasilan Ferizy ASDP berhasil mendongkrak pergerakan penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatera hingga 40%. Bahkan saat mudik beberapa waktu lalu, tingkat pertumbuhan penyeberangan armada truk tumbuh hingga 144%.
Terkait Livin dari Bank Mandiri, menurut Erick ini sudah sesuai dengan tren bank digital yang mampu menjadi penghubung strategis dalam sektor pembayaran non-tunai untuk sektor pariwisata Indonesia.
“Saya tugaskan Mandiri membangun ekosistem pembayaran untuk sektor pariwisata. Kita sering terjebak pola pikir kalau bicara industri pariwisata selalu wisatawan asing, padahal sebelum pandemi, 76% itu wisatawan domestik, hanya 24% yang asing. Di Bali, wisatawan asing baru kembali 30%, sedangkan wisatawan domestik sudah kembali di 70%. Kita sinergikan juga dengan holding pariwisata dan pendukung atau InJourney," tandas Erick.