Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dinilai belum mampu mengembalikan kepercayaan publik menyusul melebarnya kasus penganiayaan David Ozora oleh Mario Dandy Satrio, anak Rafael Alun Trisambodo yang merupakan pegawai Ditjen Pajak (DJP).
Sebagai informasi, Kemenkeu melalui berbagai kanal terus merespons dinamika yang terjadi ekses viralnya penganiayaan David di media sosial sejak 21 Februari 2023. Terakhir, Kemenkeu menyampaikan perkembangan atas penanganan Rafael Alun dan bekas Kepala Kantor Bea Cukai DIY, Eko Darmanto, pada Rabu (1/3).
"Berbagai tindakan maupun konferensi pers yang dilakukan Kemenkeu belum dapat menjawab keraguan publik terhadap gaya hidup dan kekayaan para pejabat di Ditjen Pajak karena fenomena ini seperti 'gunung es' yang baru terlihat permukaannya saja," ucap dosen Ilmu Komunikasi Universitas Telkom Bandung, Catur Nugroho, kepada Alinea.id, Jumat (3/3).
"Sudah menjadi rahasia umum jika para pegawai negeri di Ditjen Pajak ini memiliki kekayaan di atas rata-rata atau tidak sesuai dengan gaji mereka. Hal ini yang akhirnya memunculkan kecurigaan publik terkait pajak yang dibayarkan tidak digunakan sebagaimana mestinya," sambungnya.
Kemenkeu mencopot Rafael Alun dan Eko Darmanto dari posisinya masing-masing sebagai pejabat eselon III buntut tereksposenya gaya hidup mewah dan pamer kekayaan (flexing) oleh netizen. Apalagi, aset-aset yang dimasukkan keduanya ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai profil.
Untuk mengembalikan kepercayaan tersebut dan tidak dicurigai publik, menurut Catur, Kemenkeu harus menekankan agar para pegawainya bergaya hidup sederhana. Kemudian, para aparatur sipil negara (ASN) diperintahkan mengisi LHKPN secara jujur dan sebenar-benarnya.
Meskipun demikian, dirinya mengakui apa yang telah dilakukan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dan jajarannya sudah cukup bagus dalam menangani krisis yang terjadi belakangan ini. "Berbagai tindakan yang dilakukan oleh Kemenkeu untuk menjawab pertanyaan dan keraguan publik atas kekayaan dan gaya hidup para pegawai Pajak yang dianggap tidak memiliki sense of crisis dengan keadaan masyarakat."
Bahkan respons cepat dan tepat Kemenkeu dalam menangani krisis tersebut dinilai lebih baik dari instansi pemerintah lainnya. "Tidak semua kementerian dapat memberikan respons yang cepat terkait sebuah permasalahan," katanya.
"Hal ini, menurut saya, karena ketegasan yang ditunjukkan Menkeu dalam menjalankan tugasnya sehingga jajaran di bawahnya juga dapat memberikan respons yang cepat dalam menghadapi krisis," imbuhnya.
Catur melanjutkan, buruknya pola komunikasi publik oleh pemerintah, terutama dalam merespons masalah yang sedang berkembang, lantaran manajemen komunikasi krisis belum mendapatkan atensi.
"Mereka baru sadar setelah terjadinya krisis sehingga banyak instansi dan para pejabat pemerintah yang tidak siap memberikan informasi yang akurat kepada publik, terutama kepada media ketika muncul permasalahan. Bahkan, masalah muncul tumpang tindih informasi dari beberapa instansi yang akhirnya menyebabkan kegaduhan di dalam masyarakat," paparnya.
"Celakanya lagi, ketika muncul kegaduhan, lagi-lagi beberapa instansi kurang cepat menanggapi untuk memberikan klarifikasi. Hal ini muncul karena kurang efektifnya kerja humas/PR (public relation) beberapa instansi yang terkadang bahkan tidak diberikan porsi pekerjaan sesuai tugasnya," tandas Catur.