close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Operasional 25 bus listrik bekas KTT G20 di Surabaya dan Bandung terancam mangkrak karena anggarannya nihil. Dokumentasi MTI
icon caption
Operasional 25 bus listrik bekas KTT G20 di Surabaya dan Bandung terancam mangkrak karena anggarannya nihil. Dokumentasi MTI
Bisnis
Senin, 26 Juni 2023 08:37

Anggaran nihil, bus listrik di Surabaya dan Bandung terancam mangkrak

Ini ironis karena pemerintah justru mengalokasikan insentif Rp12,3 triliun untuk pembelian sepeda motor, mobil, dan bus listrik.
swipe

Pemanfaatan bus listrik di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dan Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), sebagai angkutan umum berpotensi mangkrak. Pangkalnya, hanya beroperasi sementara dan belum digunakan lagi.

Diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memanfaatkan 17 bus listrik bekas KTT G20 untuk menambah armada Trans Semanggi Suroboyo sejak Desember 2022, tetapi hanya beroperasi 2 pekan lantaran tidak ada anggaran. Pun demikian dengan pemanfaatan 8 bus listrik bekas KTT G20 untuk Pemkot Bandung sebagai Trans Metro Pasundan.

"Sungguh ironis. Hanya untuk mengoperasikan 25 armada bus listrik di Surabaya dan Bandung, pemerintah tidak memiliki anggaran," ujarnya Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, dalam keterangannya, Senin (26/6).

Menurutnya, ini berbeda dengan sikap pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menggelontorkan insentif Rp12,3 triliun pada 2023-2024. Uang perangsang tersebut untuk pembelian 800.000 motor listrik (Rp5,6 triliun), 143.449 mobil listrik (Rp6,5 triliun), 552 bus listrik (Rp192 miliar).

Djoko berpendapat, buruknya koordinasi di internal pemerintah pusat mengancam kelanjutan operasional bus listrik di Bandung dan Surabaya. "Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mestinya dapat mengalihkan sebagian anggaran insentif kendaraan listrik dari Kementerian Perindustrian ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menghindari mangkrak."

Ia mengingatkan, perlu investasi besar untuk pengadaan bus listrik sebagai angkutan massal sehingga diharuskan adanya kontrak tahun jamak (multiyears). Ini urgen guna kepastian investasi, pengembangan teknologi, dan peningkatan layanan. 

"Dan instansi terkait perlu ditambahkan juga Kementerian ESDM, yang berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan berdasarkan perpres/ratas (rapat terbatas), berkewajiban menyediakan infrastruktur kelistrikan," katanya.

Djoko melanjutkan, Indonesia mengalami krisis angkutan umum. Dengan demikian, program angkutan umum patutnya didukung semua instansi pemerintah. 

"Mumpung masih ada waktu, segera lakukan pengalihan anggaran. Anggaran sudah ada, kemauan yang belum ada, masih mengedepankan ego sektoral, bukan kepentingan umum," ucapnya.

Dirinya berpandangan, keberadaan bus listrik akan sangat membantu kelompok masyarakat yang sangat tergantung dengan layanan angkutan umum. Karenanya, diperlukan kebijakan pro transportasi publik saat krisis angkutan umum.

"Jangan sampai di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo tahun 2024 menyisakan masalah dengan bakal mangkraknya Bus Listrik di dua kota, yakni Bandung dan Surabaya," jelas Djoko.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan