Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pendapatan negara menembus target APBN 2018 nyaris mencapai Rp2 kuadriliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pendapatan negara senilai Rp1.924,3 triliun pada 2018. Untuk pertama kalinya, capaian itu 102,5% dari APBN 2018.
Saat bersamaan, belanja negara juga nyaris sempurna lantaran mencapai 99,2% dari target APBN 2018. Realisasi belanja negara sepanjang tahun mencapai Rp2.202,2 triliun dari target Rp2.220,7 triliun.
Menurut Menteri Terbaik Dunia versi World Goverment Summit itu, defisit keseimbangan primer juga jauh turun mendekati angka nol. Tercatat, defisit keseimbangan primer senilai Rp1,8 triliun dari target APBN sebesar Rp87,3 triliun.
Keseimbangan primer merupakan penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Sedangkan, defisit APBN adalah pengurangan pendapatan terhadap belanja negara.
Realisasi angka defisit APBN sepanjang tahun ini mencapai Rp259,9 triliun, lebih rendah dari asumsi APBN sebesar Rp325,9 triliun. Angka realisasi defisit anggaran juga mengecil menjadi 1,76% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari target 2,19%.
"Defisit sebesar 1,76% terhadap PDB lebih kecil dari target APBN 2,19% terhadap PDB," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Realisasi APBN 2018 di kantornya, Rabu (2/1).
Menkeu Terbaik di Asia Pasifik Tahun 2018 versi majalah keuangan FinanceAsia ini menegaskan, angka defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer membuat menurun tajam. Capaian itu menjadi angka terkecil sejak 2012.
Melejitnya realisasi pendapatan negara disokong oleh penerimaan perpajakan yang menyentuh dobel digit sebesar 13,2%. Namun, pendapatan pajak masih shortfall lantaran hanya terealisasi Rp1.521,4 triliun atau 94% dari target APBN 2018.
"Pertumbuhan penerimaan pajak tersebut meruapakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2012, sebesar 12,5%," kata Menkeu.
Tingginya realisasi penerimaan pajak diklaim terjadi lantaran membaiknya perekonomian yang berakibat pada peningkatan konsumsi dan impor. Capaian realisasi itu juga dikontribusi oleh peningkatan kemampuan memungut pajak sebagai hasil dari terungkitnya kepatuhan wajib pajak, serta intensifikasi yang berjalan efektif.
Realisasi penerimaan Kepabeanan dan Cukai pada 2018 mencapai Rp205,5 triliun atau 105,9% dari APBN 2018. Realisasi itu tumbuh 6,7% dari capaian tahun lalu.
"Pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang hanya tumbuh 5,9%," paparnya.
Keberhasilan tersebut antara lain didukung oleh membaiknya aktivitas perdagangan internasional dan keberhasilan penerbitan cukai berisiko tinggi, serta keberahasilan reformasi kepabeanan dan cukai.
Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melejit menjadi Rp407,1 triliun. Perolehan itu mencapai 147,8% dari asumsi APBN 2018 dan tumbuh 30,8% year-on-year (yoy).
Perempuan yang akrab disapa Ani ini merinci, capaian PNBP tersebut dipengaruhi oleh lonjakan harga komoditas. Khususnya, harga minyak dan batu bara.
Belanja Negara
Sementara itu, Sri Mulyani menjelaskan, belanja negara mencapai Rp2.202,2 triliun. Catatan itu mencapai 99,2% dari APBN 2018. Bahkan, meningkat dibandingkan dengan penyerapan belanja negara tahun 2017 sebesar 94,1%.
Sri Mulyani menegaskan, pelaksanaan belanja negara diklaim efektif dan efisien di tengah berbagai dinamika. Di antaranya, fluktuasi nilai tukar rupiah dan penanganan bencana alam di sejumlah daerah.
"Akibatnya, belanja negara menunjukkan percepatan dan peningkatan penyerapan. Pada tahun 2018, pemerintah juga berhasil melaksanakan beberapa event bertaraf internasional," urainya.
Adapun, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp1.444,4 triliun atau mencapai 99,3% dari APBN 2018. Capaian itu tumbuh 14,2% dari realisasi 2017.
Realisai tersebut meliputi belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp836,2 triliun atau mencapai 98,7% dari APBN 2018. Kinerja penyerapan belanja K/L bisa mendekati target, dipengaruhi oleh beberapa hal.
Dia merinci seperti pelaksanaan Pilkada, perhelatan ajang olah raga seperti Asian Games, penanganan defisit BPJS Kesehatan, dan sebagainya.
Belanja Non K/L sebesar Rp608,2 triliun atau mencapai 100,2% dari APBN 2018, terdiri dari pembayaran bunga utang Rp258,1 triliun dan subsidi sebesar Rp216,8 triliun.
Sementara untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp757,8 triliun atau mencapai 98,9% dari APBN 2018.
Dengan demikian, realisasi pembiayaan pada 2018 mencapai Rp300,4 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pembiayaan tahun 2017 yang sebesar Rp366,6 triluun.
Penurunan realisasi pembiayaan tersebut diiringi dengan penurunan realisasi pembiayaan utang neto. Secara nominal, realisasi pembiayaan utang neto pada 2018 sebesar Rp366,7 trilun atau 91,8% dari APBN, dengan rasio utang neto pada tahn 2018 pada kisaran 30%.
Namun demikian, pemerintah masih memiliki saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp118,5triliun. Dari tahun ini terdapat SAL senilai Rp40,5 triliun dan tahun lalu sebesar Rp78 triliun.
"Jadi kalau dari sisi ini, kita akan perhatikan kita membukukan adanya kelebihan cash on hand, ditambah dengan SAL tahun lalu yang sebesar Rp78 triliun, maka total dari pemerintah posisinya Rp78 triliun ditambah Rp40 triliun jumlah SAL yang dipegang pemerintah," pungkas dia.