Cerita kurir COD, dimaki dan didoain ditabrak mobil
"Pernah tuh sampai ada pembeli yang ngedoain saya ditabrak mobil," cerita salah seorang kurir J&T Express, Koko kepada Alinea.id, Rabu (2/6).
Pengalaman tak mengenakkan itu dialami Koko saat mengantarkan paket cash on delivery (COD). Saat itu, dia mendapatkan sumpah serapah dari pembeli lantaran barang yang diantarkannya dinilai tak sesuai.
Mengantarkan paket COD, bagi Koko, menguji kesabaran. Termasuk menghadapi berbagai karakter pembeli yang merespons kedatangan barang.
"Biasanya yang enggak paham itu adalah pembeli berumur sudah tua," imbuh laki-laki yang mengantar paket di area Kabupaten Blitar, Jawa Timur ini.
Mekanisme pembayaran COD atau pembeli membayar secara tunai saat pesanan tiba di tempat tujuan ketika belanja online, belakangan menjadi sorotan. Serentetan video viral bermunculan menggambarkan cekcok pembeli dengan kurir.
Dari video yang beredar, pembeli yang kadung membuka bungkus merasa barang yang dipesan tidak sesuai ekspektasi. Pembeli lantas protes ke kurir, yang padahal secara teknis tidak berwenang atas ketidaksesuaian itu.
Ketidakpahaman pembeli atas tata cara COD hingga kurir yang kesulitan menjelaskannya kepada pembeli, kemudian menimbulkan 'drama' COD. Perseteruan pun tak bisa dihindari.
Dimaki pembeli juga pernah dialami kurir paket Shopee Express, Husni (37).
"Kok di gambar gede, aslinya kecil? Gimana sih ini, kata pembeli," cerita Husni kepada Alinea.id, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (2/6).
"Lah, bukan urusan saya, saya kan mitra doang! Lalu saya jawab gitu," lanjutnya. Beruntungnya kala itu, Husni tidak sampai adu mulut dengan pembeli.
Namun suatu ketika, dia pernah dibuat deg-degan dengan pembeli yang sudah terlanjur membuka paket sebelum membayar.
"Saya enggak sempat videoin, tapi untungnya juga barangnya enggak mengecewakan. Kalau dia ternyata enggak mau terima barangnya, kan repot," kata kurir yang saat itu mengantar paket di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.
Mengapa COD diminati?
Sementara itu, kurir SiCepat yang bertugas di area Bekasi Jawa Barat, Egy (34) mengatakan perusahaan ekspedisinya punya kebijakan baru berupa pemisahan kurir yang bertugas mengantarkan barang reguler dan barang khusus untuk COD. Pemisahan ini dilakukan beberapa bulan terakhir sejak permasalahan COD banyak mencuat.
"Jadi ada yang memang dikhususkan untuk COD. Biar administrasinya engggak kisruh," kata Egy kepada Alinea.id, Rabu (2/6).
Perbedaan lain dari dua kelompok kurir reguler dan COD ini adalah pada target harian pengantaran paket. Untuk kurir reguler, ditargetkan sekitar 100-an paket, namun COD hanya 40 paket. Selain itu, kurir COD juga mempunyai jangkauan wilayah pengantaran yang lebih luas.
"Saya lebih enak reguler sih, langsung gitu. Kalau COD kan risikonya mesti nunggu pembeli dan jauh-jauh jaraknya walaupun enggak sebanyak reguler ya," imbuhnya.
COD menjadi favorit konsumen belanja online. Dalam laporan Statistik E-commerce yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2020, mayoritas pelaku belanja online menggunakan COD sebagai metode pembayaran (73,04%). Angka itu di atas penggunaan kartu dan e-wallet.
Di sisi lain, COD juga bisa menjadi alternatif bagi pembeli yang masih baru dalam belanja online. Bisa membayar setelah barang sampai di lokasi menjadi salah satu daya tarik COD.
"Baru bayar setelah barang diterima," ujar Yuswohady kepada Alinea.id, Rabu (2/6).
Kendati demikian, Yuswohady tak memungkiri sistem COD berada di ranah 'abu-abu'. Sebab masih ada ketidaklogisan dalam pelaksanaannya.
"Ketika mau lihat barang, maka otomatis dibuka bungkusnya. Sementara, aturan marketplace-nya mengharuskan pembeli untuk membayar terlebih dahulu ketika barang dibuka," kata dia.
Maraknya kasus COD yang belakangan santer diperbincangkan, menurut Yuswohady, tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Semisal, yang salah pembeli atau kurirnya saja.
Di sisi lain, dia menekankan cara kerja atau SOP dalam pelaksanaan COD ini semestinya dibuat secara lebih adil. Dengan demikian, tidak hanya berpihak pada konsumen yang bisa jadi merugikan penjual (seller) ataupun sebaliknya.
Dia merinci setidaknya ada empat pihak yang berkepentingan dalam sistem COD, yaitu pembeli, kurir, penjual, dan marketplace. Maka, aturan yang dibuat semestinya menaungi kepentingan dari semua kelompok itu.
"Makanya, yang bikin aturan itu semestinya di luar empat pihak itu. Pemerintah mendengarkan aspirasi. Ada satu aturan yang mengakomodasi para pihak itu, dibakukan, dan disosialisasikan," terangnya.
Upaya mengatur keamanan COD
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengamini. Menurutnya, harus ada aturan spesifik soal mekanisme COD di level pemerintahan.
"Dengan adanya pengaturan, maka perlindungan konsumen (PK) bisa dijalankan. Sebab, PK bisa dijalankan bila sudah jelas pihak yang bertanggung jawab dan jelas hak-hak konsumennya," ujar Oke secara tertulis kepada Alinea.id, Kamis (3/6).
Sebagai informasi, ada beberapa regulasi yang diatur pemerintah berkaitan tentang e-commerce. Ada PP nomor 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Selain itu, ada Permendag nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Nah, untuk implementasi COD hingga kini masih menunggu revisi Permendag nomor 50 tahun 2020.
Oke belum bisa membocorkan tenggat waktu revisi aturan tersebut. Menurutnya, proses revisi beleid itu cukup alot. Namun, dia memastikan aturan tersebut diupayakan segera rampung.
"Mudah-mudahan cepat, karena diskusinya masih alot. (Alotnya di mana) nanti saja pada waktunya," ujar Oke.
Seiring itu, dia mengatakan para marketplace juga tengah melakukan sinkronisasi terkait aturan, termasuk soal COD berdasarkan pada Permendag nomor 50 tahun 2020 yang akan direvisi pemerintah ini.
"Perubahan dalam Permendag 50/2020 itu untuk memastikan kejelasan hak dan tanggung jawab setiap pelaku ekonomi," kata dia.
Dihubungi terpisah, External Communications Senior Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya mengatakan pihaknya memang tengah melakukan berbagai langkah terkait upaya penggunaan fitur COD atau ‘Bayar di Tempat’ Tokopedia. Termasuk, melakukan edukasi ke masyarakat lewat halaman khusus di Tokopedia.
"Kami juga terus mengimbau pengguna untuk mengikuti langkah-langkah dan prosedur (SOP) yang berlaku guna menjaga transaksi belanja yang aman dan nyaman untuk untuk pengguna, penjual hingga kurir pengantar," ujar Ekhel kepada Alinea.id, Rabu (2/6).
Dia melanjutkan, Tokopedia bersama 13 mitra logistik lainnya seperti AnterAja, Gojek, Grab, IndoPaket, J&T, JNE, Lion Parcel, Ninja Xpress, Pos Indonesia, Rex, SiCepat, Tiki, dan Wahana, juga aktif memberikan dukungan dan informasi kepada para kurir pengantar.
"Ini terkait syarat dan ketentuan platform sehingga mereka dapat melakukan pengantaran dengan aman dan nyaman," katanya.
Para mitra logistik ini, kata Ekhel, juga didorong untuk konsisten terus memastikan proses logistik, mulai dari awal pembelian hingga pengantaran barang bisa berjalan dengan cepat, aman, dan efisien.
"Seluruh kebijakan terkait kesejahteraan kurir akan diambil oleh mitra logistik kami," imbuhnya.
Di sisi lain, Ekhel juga menyebut, jika ada pihak yang terbukti melanggar, baik syarat dan ketentuan platform maupun hukum yang berlaku dalam COD, maka Tokopedia berhak menindak tegas yaitu pemeriksaan, penundaan atau penurunan konten, banned toko atau akun, serta tindakan lain sesuai prosedur.
"Kami menghimbau masyarakat untuk segera melaporkan melalui Tokopedia Care yang tersedia 24/7," tegasnya.
Ekhel menjelaskan, syarat dan ketentuan fitur ‘Bayar di Tempat’ Tokopedia adalah pengembalian barang menggunakan transaksi COD Tokopedia hanya dapat dilakukan apabila pengguna belum membuka paket atau kiriman barang dan melakukan pembayaran kepada mitra kurir Tokopedia.
Namun, apabila pengguna sudah membuka paket atau kiriman barang serta melakukan pembayaran kepada mitra kurir dan ingin mengembalikan barang tersebut, maka pengguna dapat mengajukan komplain pengembalian barang atau retur kepada penjual melalui Pusat Resolusi yang tersedia 24/7.
"Kami juga menyarankan masyarakat untuk tidak melanjutkan komunikasi dan transaksi di luar platform Tokopedia, serta merekam video ketika membuka paket," ujarnya.