Kementerian Perhubungan dan Konsorsium Cinta Airport Flores (CAF) telah menandatangani kesepakatan pengelolaan Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengelolaan bandara yang menunjang kawasan wisata Labuan Bajo ini dilakukan dengan skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bandara yang dikelola oleh Konsorsium CAF tersebut tidak dijual, namun hanya diberikan konsesi selama 25 tahun. Budi berharap, dengan masuknya Konsorsium CAF yang terdiri atas Cardig Aero Service dan Changi Airports International tersebut, anggaran untuk pengembangan Labuan Bajo bisa dihemat dan dialihkan ke pos yang lain.
"Mengapa kita lakukan ini, supaya yang semestinya digunakan untuk mengembangkan Labuan Bajo bisa membangun pelabuhan atau bandara yang ada di Papua, Aceh dan daerah lain," katanya di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (7/2).
Budi juga mengungkapkan, untuk mengakselerasi pertumbuhan sektor pariwisata di Labuan Bajo, pemerintah akan mempercepat pemindahan status bandara ini menjadi bandara internasional pada Juni 2020, setelah sebelumnya ditargetkan pada 2021.
"Labuan Bajo ini kalau saya di sana mata tidak berkedip, apalagi ada komodo," ucapnya.
Budi juga telah meminta langsung kepada Menteri Pariwisata Wishnutama untuk bekerja lebih keras melakukan promosi dan mendesain corak bandara agar memunculkan kekhasan Labuan Bajo.
"Saya mengharapkan investor melakukan serius dan saya minta dukungan Bapak Menpar untuk melakukan suatu effort tertentu, baik itu promosi maupun dekorasi warna keaslian dari Labuan Bajo," ujarnya.
Sebagai informasi, CAF adalah Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang dibentuk oleh Konsorsium yang dipimpin oleh PT Cardig Aero Services Tbk (CASS) dan beranggotakan Changi Airports International PTE LTD (CAI).
Pada struktur pemegang saham CAF, CASS tercatat sebagai pemegang saham mayoritas dengan memiliki 80% dari total saham CAF. Sementara, CAI dan afiliasinya tercatat memiliki 20% dari total saham CAF. CAF menjadi pionir proyek pengembangan bandar udara di Indonesia yang menggunakan skema KPBU.
Adapun bentuk skema KPBU ini mencakup Design Build Finance Operate Maintain Transfer (DBFOMT) dengan masa konsesi selama 25 tahun. Nilai investasi pengelolaan Bandara Komodo tercatat sebesar Rp1,2 triliun, dan estimasi total nilai biaya operasional selama 25 tahun Rp5,7 triliun.
Di samping itu, pengelola bandara wajib untuk membayar konsesi dimuka sebesar Rp5 miliar, dan konsesi tahunan 2,5% dari pendapatan Bandara Komodo, dengan pembayaran bertahap dua kali setiap tahun.
Bandara Komodo ditargetkan untuk meningkatkan jumlah penumpang dari 720.000 penumpang saat ini sampai dengan 4 juta penumpang per tahun dan kargo sebesar 3.500 ton per tahun, di tahun 2044 mendatang.