close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan
Bisnis
Senin, 07 Juni 2021 06:41

CIPS ragukan efektivitas stimulus pertanian-perikanan

"Pada saat ini, prioritas petani lebih kepada pemasaran hasil panen," kata peneliti CIPS, Aditya Alta.
swipe

Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) menyarankan pemerintah memperhatian beberapa hal dalam memberikan insentif sektor pertanian dan perikanan. Pertama, waktu pelaksanaannya.

"Soal timing (pemilihan waktu), perlu dikaji lebih mendalam, apakah pemberian stimulus di tahun 2021 yang tinggal setengah tahun ini bisa berjalan efektif," ucap peneliti CIPS, Aditya Alta, saat dihubungi Alinea, Minggu (7/6).

Dia menyatakan demikian, musim tanam utama sudah berlalu dan petani baru akan kembali menanam jelang akhir tahun. Artinya, memberi stimulus pembiayaan pada saat ini berpotensi kurang optimal.

"Pada saat ini, prioritas petani lebih kepada pemasaran hasil panen," jelasnya.

Aditya mengakui, sektor pertanian tumbuh saat pandemi. Namun, karena beberapa hal. Pertama, pasokan (supply) impor berkurang saat China memberlakukan karantina wilayah (lockdown) pada 2020 sehingga produk pertanian domestik menjadi lebih menarik (appealing).

Sayangnya, ungkapnya, subsektor pendukung, seperti transportasi dan pergudangan serta perdagangan ritel, tidak dapat menyerap hasil pertanian secara optimal. "Ini yang harus diperhatikan untuk tidak terulang lagi," sarannya.

"Harus ada dukungan bagi sektor midstream dan downstream pertanian juga," imbuhnya. Contohnya, membantu akses pasar produk petani dengan mempermudah kemitraan dengan penjamin (offtaker).

Dalam konteks yang lebih luas, lanjut Aditya, ini terkait juga dengan stimulus di sisi konsumen untuk meningkatkan daya beli.

Meski demikian, CIPS mengapresiasi insentif berupa dukungan permodalan, seperti subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR). "Yang bisa dipertimbangkan juga membantu akses pasar petani, terutama untuk produk segar seperti sayuran dan buah-buahan," katanya.

"Insentif pajak untuk mendorong investasi sektor swasta pada teknologi pertanian juga perlu didukung untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian," paparnya.

Dirinya mengingatkan, pendapat ini merupakan pandangan umum lantaran CIPS belum melakukan kajian tentang sektor pembiayaan pertanian secara mendalam.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya menyatakana, pemerintah akan memperkuat ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani/nelayan. Pangkalnya, sektor ini masih mengalami laju pertumbuhan positif sejak pandemi melanda pada 2020 silam.

Ada lima stimulus dan insentif yang bakal dikucurkan pemerintah untuk menjaga kinerja sektor pertanian dan perikanan. Perinciannya, program padat karya pertanian dan perikanan, banpres produktif UMKM pertanian, subsidi bunga mikro/KUR, serta dukungan pembiayaan koperasi dengan skema dana bergulir.

Pemerintah, lanjut Airlangga, pun telah menyusun kebijakan dalam menjaga rantai ketahanan pangan nasional. Pertama, mengimplementasikan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terkait penyederhanaan, percepatan, kepastian dalam perizinan, serta persertujan ekspor/impor. 

Kedua, digitalisasi UMKM; ketiga, sinergi BUMN untuk distribusi hasil pertanian dari sentra produksi ke sentra konsumen; keempat, penguatan kerja sama antardaerah; dan kelima, pembentukan holding BUMN pangan dalam penguatan ekosistem pangan nasional.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan