close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Pixabay
icon caption
Ilustrasi Pixabay
Bisnis
Jumat, 16 Desember 2022 17:52

Bank Commonwealth rekomendasikan investasi di aset pendapatan tetap

Karena memiliki tingkat risiko yang lebih rendah, namun tetap berpotensi memberikan imbal hasil.
swipe

Kondisi perekonomian global diprediksi masih terus menghadapi banyak tantangan menjelang 2023. Di tengah ancaman resesi global, Bank Commonwealth memberikan rekomendasi strategi investasi yang bisa memberikan imbal hasil maksimal, namun tetap aman.

Head of Research & Advisory Bank Commonwealth Thadly Chandra menyampaikan, kondisi ekonomi dunia pada 2023 akan dipengaruhi inflasi yang tinggi yang merupakan dampak kenaikan harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, hingga konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut.

Meski demikian, ekonomi Indonesia diperkirakan masih tetap tumbuh di tahun depan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan tetap kuat di kisaran 4,5%-5,3% yang didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan outlook perekonomian global di 2023 yang diperkirakan berkisar 2,2%-2,7%.

“Di tengah ancaman resesi global, investasi di kelas aset pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah atau reksa dana pendapatan tetap lebih aman, karena memiliki tingkat risiko yang lebih rendah, namun tetap berpotensi memberikan imbal hasil,” jelas Thadly dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat (16/12).

“Akan tetapi, koreksi pada kelas aset ekuitas juga bisa dijadikan peluang bagi investor untuk mengakumulasi secara bertahap dengan metode dollar cost averaging dengan pilihan investasi seperti reksa dana saham,” sambungnya.

Ia melanjutkan, pasar saham tetap menarik sebagai salah satu pilihan investasi karena potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung oleh harga komoditas yang tinggi, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, dan peningkatan konsumsi masyarakat khususnya di sektor pariwisata.

Berdasarkan tren historis, pada saat inflasi meningkat dan terjadi risiko resesi, saham-saham blue chip dengan fundamental kuat seperti sektor konsumer dan perbankan memiliki kinerja yang tetap baik. Sektor konsumer dinilai cenderung lebih resilience terhadap ancaman resesi karena masyarakat tetap memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Investor dengan profil risiko tinggi (agresif) yang berfokus pada pertumbuhan dapat mengoptimalkan porsi reksa dana saham hingga 80% dari portofolio investasi, sedangkan investor dengan profil risiko sedang (moderat) dapat mengalokasikan 50% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% reksa dana saham, dan 20% pasar uang. Sementara itu investor dengan profil risiko rendah (konservatif) dapat mengalokasikan 60% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% pasar uang, dan 10% reksa dana saham.

“Investor tetap harus berhati-hati dalam menyusun portofolio investasi, sebaiknya menyesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan. Investor juga dapat memanfaatkan aplikasi untuk memonitor portofolio investasi kapanpun dan dimanapun,” ujar Thadly.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan