Pendemi Covid-19 telah berdampak langsung dan tidak langsung ke sektor keuangan. Stabilitas sistem keuangan khususnya perbankan pun mulai terganggu, ini terlihat pada kinerja industri bank pada kuartal I-2020.
Misalnya pada capital adequac ratio (CAR) bank turun dari Desember 2019 sebesar 23,4% menjadi 21,7% pada Maret 2020. Lalu total aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit per Maret 2020 meski tumbuh tapi terbilang tipis.
DPK Per Maret 2020 Rp6.214 triliun tumbuh 3,6% secara year to date (ytd). Lalu aset perbankan tumbuh 2,69% secara ytd sebesar Rp8,793 triliun per Maret 2020. Terakhir, kredit tumbuh 1,69% secara ytd per Maret 2020 sebesar Rp5.712 triliun.
Meski masih mencatat pertumbuhan, namun pandemi Covid-19 telah membuat bank makin selektif dalam menyalurkan kredit. Sebabnya, bank menilai risiko kredit diperkirakan makin tinggi dengan adanya pandemi Covid-19.
Walau likuiditas perbankan meski masih relatif memadai, namun telah terjadi tekanan. Per Maret 2020 LCR perbankan sebesar 212,05% susut meski tipis dari 212,3% per Februari 2020.
Pandemi Covid-19 telah memunculkan risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas pada sektor keuangan.
Atas kondisi tersebut, pemerintah kemudian merilis kebijakan stimulus atau relaksasi yang dikeluarkan secara bertahap. Salah satunya adalah dengan merilis POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto mengatakan Peraturan OJK (POJK) 11/2020 terbit untuk berbagi beban antara dunia usaha dan perbankan.
Dalam kondisi Covid-19, bank pun diharapkan menjadi penyelamat dari sejumlah dunia usaha yang mengalami goncangan. Penundaan kredit dan keringanan bunga kepada nasabah amat diharapkan, tapi bank tidak lantas langsung bermurah hati, mereka harus cermat menghitung.
Sebab bila salah langkah, likuiditas perbankan justru bisa terganggu bila memberikan pelonggaran kredit. Itu sebabnya, pemerintah menyiapkan insentif bagi perbankan.
"Kalau dunia usaha diberikan restrukturisasi terus, cash flow bank akan terhambat dan memicu terjadinya hambatan likuiditas. Makanya perlu adanya berbagi beban. Kita coba bagaimana antisipasi dengan menopang debitur dan meminta bank tidak menuntut debitur memenuhi kewajiban seperti di kondisi normal," kata Anung dalam diskusi dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada Kamis (14/5).
Dia pun mengatakan hingga 10 Mei 2020 sebanyak 88 bank telah menjalankan restrukturisasi kredit bagi 3,88 juta di mana 3,42 juta di antara adalah debitur Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Besaran nilai restrukturisasi yang telah terealisasi pun mencapai Rp336,97 triliun. Berdasarkan data OJK, sebanyak 102 bank berpotensi melakukan restrukturisasi kredit, sementara 14 bank belum mengimplementasikan.