close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics mencatat sepanjang 2018, Grab telah memberikan kontribusi sebesar Rp48,9 triliun bagi perekonomian Indonesia.  / Reuters
icon caption
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics mencatat sepanjang 2018, Grab telah memberikan kontribusi sebesar Rp48,9 triliun bagi perekonomian Indonesia.  / Reuters
Bisnis
Kamis, 11 April 2019 20:04

CSIS: Grab berkontribusi Rp48,9 triliun terhadap ekonomi RI

Pendapatan Grab dari empat lini bisnisnya yakni Grab Food, Grab Bike, Grab Car, dan Kudo.
swipe

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics mencatat sepanjang 2018, Grab telah memberikan kontribusi sebesar Rp48,9 triliun bagi perekonomian Indonesia. 

Ketua tim Peneliti sekaligus Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri menyatakan kontribusi Grab dari empat lini bisnisnya yakni Grab Food, Grab Bike, Grab Car, dan Kudo.

“Grab Food menjadi penyumbang terbesar,” kata Yose dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Kamis (11/4).

Grab Food menjadi penyumbang terbesar yakni mencapai Rp20,8 triliun, diikuti oleh Grab Bike sebesar Rp15,6 triliun dan Grab Car sebesar Rp9,7 triliun. Sedangkan, Kudo sebagai anak usaha Grab juga turut menyumbangkan kontribusi ekonomi sebesar Rp2,7 triliun.

Pendapatan driver Grab

Selain itu, berdasarkan survei riset tersebut, rata-rata pendapatan mitra pengemudi Grab Bike dan Grab Car di lima kota tercatat mengalami peningkatan hingga sebesar 113% dan 114% atau menjadi Rp4 juta dan Rp7 juta per bulannya, setelah bermitra dengan Grab.

Untuk Grab Bike, sebanyak 50% mitra pengemudi memiliki pendapatan pada kisaran Rp3-5 juta setelah bermitra. Sebelumnya, hanya 22% dari mitra pengemudi yang memiliki pendapatan pada kisaran tersebut. Lebih lanjut, terdapat 18% mitra pengemudi yang berada pada kelompok pendapatan Rp5-7 juta setelah bermitra dengan Grab Bike. 

"Berdasarkan temuan ini, CSIS dan Tenggara Strategics menyimpulkan bahwa mayoritas mitra GrabBike memiliki tingkat pendapatan 135% di atas rata-rata pengusaha informal dan 208% di atas pekerja bebas," ujar Yose.

Survei juga menunjukkan mitra pengemudi Grab Car berhasil melampaui rata-rata pendapatan sektor informal. Sebelum bermitra, mayoritas responden atau sekitar 75% mitra berpendapatan di bawah Rp5 juta. Namun, setelah bermitra, 68% dari mitra tercatat memiliki pendapatan di atas Rp5 juta. 

Peningkatan terdistribusi pada beberapa kelompok pendapatan, di mana 23%-nya pada kelompok berpendapatan Rp5-7 juta (sebelumnya 11%). Lalu sebesar 21% pada kelompok Rp7-9 juta, dengan 10% pada kelompok Rp9-11 juta (sebelumnya 4%) dan 15% pada kelompok pendapatan di atas Rp11 juta (sebelumnya 4%).
 
"Alasan mengapa peningkatan produktivitas ini terjadi karena teknologi Grab berhasil mempertemukan pengguna layanan dengan mitra pengemudi secara efektif dan efisien. Platform ini mengurangi waktu tunggu mitra pengemudi dan meningkatkan rata-rata  jumlah perjalanan yang dapat mereka ambil," katanya.

Potensi ekonomi digital

Sementara itu, tim peneliti dan ekonom senior Tenggara Strategics Lionel Priyadi mengemukakan kontribusi Grab menunjukkan potensi dari ekonomi digital, khususnya untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kualitas hidup pelaku di tingkat mikro. 

Potensi ekonomi tersebut bermanfaat tidak hanya bagi UMKM, tapi juga bagi para pekerja individu yang berada di sektor informal.

"Bila dikelola dengan baik, ekonomi digital dapat menjadi salah satu tumpuan masa depan ekonomi dan kesejahteraan sosial Indonesia," katanya.

Sebagaimana diketahui, Indonesia telah mengalami ledakan e-commerce, dengan transaksi mencapai US$7,06 miliar pada 2017. Angka ini diharapkan akan tumbuh 47% menjadi US$10,4 miliar pada 2019. 

Namun demikian, hal ini terhambat oleh infrastruktur yang kurang memadai. Dengan penetrasi internet sebesar 54,17% pada 2017, hanya sebagian kecil masyarakat yang tersambung dengan mayoritas berada di kota-kota besar.

Di sisi lain, langkah Grab mengakuisisi Kios untuk Dagang Online (KUDO) membantu menghubungkan mereka yang tidak terkoneksi dengan internet untuk melakukan transaksi e-commerce yang berbasis internet, terutama di kota-kota kedua maupun ketiga. Jaringan agen ini terdiri dari agen individu maupun agen toko (warung atau kios).

Survei ini juga mengungkapkan bahwa 31% agen Kudo merupakan individu yang sebelum bermitra tidak memiliki pendapatan. Sekarang, mereka dapat memiliki pendapatan Rp2 juta/bulan atau lebih. 

Hal ini menunjukkan bahwa Kudo menciptakan kesempatan bekerja. Survei ini juga menunjukkan bahwa 30% agen Kudo sekarang memiliki pendapatan Rp2-4 juta/bulan. 

Sebelum bermitra dengan Kudo, hanya 16,6% yang memiliki pendapatan dalam kategori ini. Bahkan, 13% dari agen sekarang memiliki pendapatan lebih dari Rp6 juta/bulan dengan memanfaatkan aplikasi Kudo. 

Temuan ini diambil dari survei terhadap terhadap 3.418 responden yang dilakukan dari November hingga Desember 2018 terhadap pendapatan mereka yang diperoleh melalui platform Grab.

CSIS dan Tenggara Strategics melakukan survei secara tatap muka dengan sampel mitra-mitra yang terdaftar dan aktif selama tiga bulan terakhir berdasarkan database Grab. 

Penarikan sampel menggunakan metode pengacakan sistematis (systematic random sampling) dan melalui metode kontrol kualitas call-back terhadap 80% responden. Margin of Error dari penelitian ini di bawah 3,5% dan tingkat kepercayaan 95%.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan