Daerah yang terdampak langsung dari eksploitasi minyak bumi dan gas memiliki peluang yang cukup kuat untuk mendapatkan keuntungan dari pengelola alamnya. Oleh sebab itu, Pemda perlu terlibat langsung dalam membicarakan dana bagi hasil dari 'corporate social responsibility' (CSR) Migas.
“Dana bagi hasil penerimaan di daerah itu seharusnya yang mengelola adalah Pemda. CSR juga begitu seharusnya masuk ke APBD," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara dalam diskusi publik bertema Peran Industri Migas di Bangkalan Madura di Hotel Alia Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (13/11).
Marwan menjelaskan saat Sudirman Said menjadi Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDN Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang akan berakhir kontrak
Kerjasamanya. Dalam Permen tersebut, diatur tentang berapa persentase keuntungan yang diperoleh daerah baik Provinsi, Kabupaten/Kota dari eksploitasi Migas.
“Saat Sudirman Said jadi menteri, untuk pertama kalinya ada pengaturan persentase keuntungan daerah dari Migas, bagaimana caranya, serta kaitannya dengan kontraktor dan sebagainya berjalan,” tambahnya.
Kemudian, Permen ESDM 15/2015 itu diubah menjadi Permen 30/2016 dan terakhir menjadi Permen 37/2016. Permen 37/3016 itu menjelaskan bahwa kegiatan tambang yang berada dalam wilayah 4 mil, maka kabupaten/kota bisa memperoleh kesempatan atas dana CSR tersebut. Lalu, di luar 4 mil, misalnya 13 mil, maka provinsi yang mendapatkannya, dan diluar 13 mil, maka menjadi hak pemerintah pusat.