Kenaikan cukai rokok hingga 23% membuat pengusaha bersiap-siap untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. PHK dinilai sebagai pilihan lantaran melambungnya cukai rokok akan menurunkan penjualan hingga bahan baku seperti tembakau dan cengkeh.
Ketua Gabungan Persatuan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengatakan kenaikan cukai rokok ini memberatkan pengusaha rokok. Sebab, dengan kenaikan cukai tersebut, harga eceran rokok otomatis akan ikut terkerek hingga 35%.
"Saya kalau lihat masalah brand dan kenaikan cukai, itu untuk pembatasan konsumsi buat kami sangat memberatkan," kata Henry di Jakarta, Rabu (2/10).
Henry mengatakan selama ini pihaknya tak pernah diajak berunding bersama pemerintah mengenai penetapan kenaikan cukai rokok. Henry pun memperhitungkan penurunan penjualan untuk bahan baku rokok kretek seperti tembakau sebesar 15%, dan untuk cengkeh sebesar 30% untuk tahun depan. Sementara untuk penurunan penjualan produk rokok, Henry belum bisa memperkirakan berapa persen penurunannya.
Imbas dari kenaikan cukai rokok tersebut, lanjut Henry, beberapa anggota Gaprri mulai memperhitungkan efisiensi dengan melakukan PHK karyawan. Sebab, mereka memperkirakan penjualan rokok akan turun cukup besar pada 2020.
"Kalau masalah PHK sudah tergantung kemampuan masing-masing perusahaan. Tapi jangka panjang akan dilakukan efisiensi," ujar Henry.
Selain kebijakan cukai, Henry juga mengatakan produsen rokok ikut digempur oleh wacana kebijakan pembatasan merek di Indonesia yang telah berlaku sangat ketat pada produk tembakau.
Henry mengatakan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012, pemerintah mewajibkan produsen produk tembakau untuk mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40% dari total display kemasan. Bahkan, saat ini, pihak Kementerian Kesehatan sedang mengusulkan untuk menaikkan komposisinya menjadi 90% kemasan tanpa alasan kajian yang jelas.
“Kepentingan pengendalian melalui peringatan kesehatan 40% kemasan sudah kami terima dengan berbesar hati. Jangan sampai diperluas menjadi 90% bahkan merencanakan kemasan polos tanpa bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan," tutur Henry.
Henry melanjutkan, yang perlu diwaspadai pengusaha rokok juga adalah aturan turunan dari pemerintah daerah, tetapi restriksinya melebihi aturan nasional.
Sebagai industri yang legal, kata Henry, Industri Hasil Tembakau (IHT) memiliki hak komunikasi sebagaimana Putusan MK No. 6/PUU-VII/2009 merujuk Pasal 28F UUD 1945.