Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengakui, kondisi perekonomian China akan berpengaruh terhadap Indonesia. Akan tetapi, menurutnya, dampak kepada Indonesia tidak akan seburuk negara lain yang mempunyai kedekatan cukup kuat dengan China seperti Jepang, Korea Selatan, India, Singapura, dan lain sebagainya.
"Jelas ada dampaknya tetapi tidak langsung," ujar Fithra kepada Alinea.id pada Sabtu (9/3).
Dampak dari perlambatan ekonomi China tersebut adalah neraca perdagangan dan investasi. Selain kedua hal tersebut, secara keseluruhan, Fithra juga mewanti-wanti adanya potensi yang membuat perekonomian Indonesia turut terkontraksi resesi tersebut.
Meninjau data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari 2019 lalu, neraca perdagangan Indonesia memang mengalami penurunan hingga 4,7% dari tahun lalu. Demikian pula dengan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang 2018, Indonesia hanya mencapai Rp721,3 triliun alias hanya mencapai sekitar 94% dari target.
Oleh karena itu, Fithra mengimbau pemerintah untuk matang dalam mempersiapkan diri, demi mencegah dampak resesi tersebut terlampau memengaruhi gerak perekonomian domestik ke depannya.
Dimulai dengan menguatkan jaring perekonomian dengan negara-negara non tradisional seperti Afrika dan Amerika Latin sehingga tetap dapat menopang kinerja ekspor.
"Perlu menguatkan ekspor ke negara di luar 10 negara besar ekonomi," katanya.
Ia juga memberi perhatian akan industri startegis tertentu untuk diberi luang lebih sebagai andalan ekspor ke negara non tradisional tersebut.
"Pemerintah wajib menggenjot industri pertanian dan pengolahan serta relaksasi kebijakan," ucapnya.
Nyatanya, ekspor kedua sektor tersebut justru tercatat menurun dari tahun sebelumnya atau hanya mendapat porsi terkecil dibanding sektor lainnya. Menurut BPS, untuk sektor pertanian, meski mengalami kenaikan jumlah ekspor dari tahun lalu, akan tetapi porsinya terbilang kecil, yaitu sebesar 2,04% dari total ekspor Januari 2019.
Demikian pula dengan sektor industri pengolahan, meski memiliki porsi terbesar hingga 73,14%. Namun justru mengalami penurunan hingga 4,47% dari tahun lalu dari US$10,62 miliar menjadi US$10,14 miliar.
Sedangkan untuk negara pangsa ekspor, baik Afrika maupun Amerika Latin tak satupun masuk dalam 13 daftar negara tujuan Indonesia hingga Januari 2019 lalu. Adapun ke-13 negara tujuan utama ekspor Indonesia tersebut di antaranya adalah China, Amerika Serikat, Jepang, India, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, Belanda, Jerman, Italia, dan Australia.
Sebelumnya, ekspor China mencatat penurunan terbesar dalam tiga tahun terakhir pada Februari 2019, sementara impor turun selama tiga bulan berturut-turut, menunjuk perlambatan lebih lanjut dalam ekonomi dan memicu pembicaraan tentang "resesi perdagangan", meskipun ada serangkaian langkah-langkah dukungan.
Ekspor China pada Februari secara mengejutkan anjlok 20,7% dari setahun sebelumnya, penurunan terbesar sejak Februari 2016, data bea cukai menunjukkan pada Jumat. Padahal para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penurunan 4,8% setelah pada Januari secara tak terduga melonjak 9,1%.
"Angka perdagangan hari ini memperkuat pandangan kami bahwa resesi perdagangan China telah mulai muncul," tulis Raymond Yeung, kepala ekonom China di ANZ, dalam sebuah catatan.