Dampak devaluasi yuan China, kurs rupiah anjlok
Perang dagang dan keputusan devaluasi yuan China membuat kurs rupiah semakin anjlok ke level Rp14.344 per dolar Amerika Serikat.
Pada Selasa (6/8), kurs rupiah dalam Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, berada pada level Rp14.344 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah tersebut melemah 0,79% sebesar Rp113 dari penutupan hari sebelumnya Rp14.231 per dolar AS.
Kurs rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa sore masih lanjut melemah. Rupiah melemah 22 poin atau 0,15% menjadi Rp14.277 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.255 per dolar AS.
"Perselisihan antara dua ekonomi terbesar dunia ini dengan cepat berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya dan berhasil mengguncang pasar," kata Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Selasa (6/8).
Presiden AS Donald Trump secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang, sebuah pernyataan yang meningkatkan ketegangan perang dagang lebih jauh. Sikap tersebut disampaikan Washington setelah Bank Sentral China (PBOC) dengan sengaja membiarkan nilai yuan jatuh terhadap dolar AS sebagai bentuk balasan atas tarif impor oleh AS.
"Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif. Perang mata uang sudah di depan mata," kata Ibrahim.
Secara terpisah, China juga mengumumkan bahwa mereka akan berhenti membeli produk pertanian AS, sehari setelah media milik pemerintah mengatakan Beijing tidak akan diganggu dan akan "melawan balik".
Langkah ini sebagai pembalasan kepada Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan memberlakukan tarif baru semua barang China sebesar US$300 miliar yang akan berlaku 1 September 2019 mendatang.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah Rp14.330 dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.260 per dolar AS hingga Rp14.359 per dolar AS.
look at this rupiah move, fun times #tradewar pic.twitter.com/yW5Qqij3hB
— 6 times champs (@indar23) August 6, 2019
Dampak yuan China
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perlemahan mata uang yuan China terhadap dolar AS bisa mempengaruhi pergerakan mata uang lainnya.
"Masalahnya adalah pada waktu yuan melemah, itu banyak negara di dunia juga ikut melemah," kata Darmin.
Darmin mengatakan perlemahan yuan tersebut terjadi sebagai dampak perang dagang antara AS dengan China yang makin memanas.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan ekspor barang China ke pasar AS dan negara-negara lainnya menjadi lebih murah.
Menurut Darmin, pemerintah belum bisa berandai-andai apabila perlemahan yuan tersebut terus berlanjut dan mempengaruhi kinerja perdagangan global ke depannya.
"Kita tidak tahu ini polanya seperti apa, tapi ini melemah dulu," ujar Darmin Nasution.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, ketegangan perdagangan antara AS dan China yang kembali meningkat direspons negatif oleh pasar.
"Potensi penguatan rupiah sangat tergantung pada pergerakan mata uang yuan terhadap dolar AS. Jika China yuan masih melemah kemungkinan rupiah akan berlanjut melemah menuju Rp14.300 per dolar AS," kata Lana.
Negara apa yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia? Berasal dari negara mana mayoritas barang yang diimpor Indonesia selama Juni 2019?
— Badan Pusat Statistik (@bps_statistics) July 15, 2019
Jawabanya bisa dilihat lebih lengkap di #RilisBPS ya! pic.twitter.com/JG9RmoOu8i
Ekspor tertekan
Pembalasan China terhadap AS melalui devaluasi mata uang yuan, semakin menunjukkan perang dagang dua negara ekonomi raksasa itu jauh dari usai dan Indonesia akan terdampak dari sisi ekspor karena daya saing komoditas Indonesia di pasar global berpotensi semakin menurun.
Ekonom Lembaga Kajian Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, mengatakan langkah pembalasan China yang diduga dilakukan dengan memanipulasi mata uangnya untuk mendongkrak kinerja ekspor negara Tirai Bambu itu, akan memancing balasan kembali dari Trump.
Dengan semakin melemahnya yuan pula, maka harga ekspor dari China akan semakin murah di pasar global dan itu akan memukul ekspor Indonesia.
Padahal, Indonesia sedang berupaya keras untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor dengan menjajaki pasar ekspor baru.
Di sisi lain, harga ekspor barang dari China yang semakin murah, akan membuat impor Indonesia semakin meningkat.
Barang-barang dari China yang murah berpotensi menyerbu pasar domestik jika tidak diantisipasi oleh Indonesia.
"Masa depan perang dagang semakin tidak pasti. Indonesia terdampak dari sisi ekspor dan impor sekaligus. Ekspor (Indonesia) ke AS dan China melambat, sementara produk China yang murah karena devaluasi yuan akan menyerbu Indonesia dan membuat defisit perdagangan melebar," ujar dia.
Sebagai gambaran, pada 2018 impor Indonesia dari China naik 27,4% dibanding 2017 atau mencapai US$45,2 miliar.
Perang dagang juga semakin tidak pasti, karena Trump yang mengadukan China ke Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) atas dugaan manipulasi kurs.
Devaluasi kurs seperti yang diduga dilakukan China tidak bisa dilakukan semua negara.
Devaluasi kurs itu memang memberikan dampak positif yakni akan meningkatkan daya saing ekspor negara bersangkutan, namun di sisi lain devaluasi kurs dengan sengaja membutuhkan pasokan cadangan devisa yang mumpuni.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan tindakan devaluasi Yuan China dipandang investor sebagai alarm peningkatan risiko investasi sehingga pelaku pasar akan mencari aset-aset yang paling aman untuk menanamkan modalnya.
Maka dari itu, sentimen pasar yang menguat adalah risk-averse atau penghindaran risiko.
"Berdasarkan data historis, pelemahan nilai tukar yuan Tiongkok akan ikut menyeret pelemahan nilai mata uang lainnya, terutama mata uang negara berkembang. Hal ini disebabkan bahwa usaha Tiongkok melemahkan mata uangnya sendiri dipandang sebagai retaliasi perang dagang," ujar Josua.
Pada Selasa ini, pergerakan rupiah dan mata uang lainnya di Asia sudah cukup terseok-seok karena sentimen ekonomi global, terutama dari devaluasi yuan.
Di pasar spot pada Selasa ini, kurs rupiah terhadap dolar AS bergerak di kisaran Rp14.260-Rp14.359 per dolar AS.
Setelah dibuka melemah 94 poin atau 0,66% menjadi Rp14.349 per dolar AS, kurs rupiah menunjukkan perbaikan pada penutupan setelah ditutup pada posisi Rp14.276 per dolar AS.
Sebelumnya, dugaan kesengajaan devaluasi kurs China terindikasi dari pergerakan yuan pada Senin (5/8) kemarin. Yuan China (CNY) dibuka di level 6,9 per dolar AS pada Senin yang merupakan terendah sejak Desember 2018.
Sementara pada akhir perdagangan Senin (5/8), kurs yuan ditutup pada level 7,03 yuan per dolar AS.
Presiden AS Donald Trump kemudian mengunggah cuitan mengenai pergerakan mata uang yuan.
"China melemahkan mata uang mereka ke level terendah hampir sepanjang sejarah. Ini disebut 'manipulasi mata uang'. Apakah Anda mendengarkan Federal Reserve? Ini adalah pelanggaran besar yang akan sangat melemahkan China dari waktu ke waktu!" tulis Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.
China juga membalas AS dengan menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan China telah berhenti membeli produk-produk pertanian asal AS. Negeri Tirai Bambu merupakan pembeli utama produk-produk pertanian asal AS. (Ant)
Massive amounts of money from China and other parts of the world is pouring into the United States for reasons of safety, investment, and interest rates! We are in a very strong position. Companies are also coming to the U.S. in big numbers. A beautiful thing to watch!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 6, 2019