close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi industri migas. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi industri migas. Foto Pixabay.
Bisnis
Rabu, 09 Februari 2022 18:10

Dampak konflik Rusia-Ukraina, krisis energi di Eropa terancam memburuk

Krisis energi di Eropa akan memburuk akibat ketegangan Rusia-Ukraina.
swipe

Ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tidak hanya berpotensi menimbulkan perang. Akan tetapi juga mengancam sektor energi, khususnya krisis energi di Eropa.

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan krisis energi di Eropa akan memburuk akibat ketegangan ini. Melalui akun Instagram pribadinya @arcandra.tahar dia mencoba menjelaskan duduk masalahnya.

Menurutnya dalam sepuluh tahun belakangan, Eropa membutuhkan gas bumi sekitar 17 trillion cubic feet (tcf) per tahun. Dari jumlah ini, sepertiga dipenuhi dari gas pipa yang berasal dari Rusia dan sisanya berasal dari impor liquefied natural gas (LNG) dan produksi dari negara-negara Eropa sendiri seperti Norway dan Belanda.

Beberapa perusahaan energi Eropa seperti Shell, BP, dan Equinor melakukan perubahan strategi dengan beralih ke bisnis energi terbarukan. Sehingga produksi gas bumi dari Eropa menjadi berkurang.

"Akibatnya impor LNG semakin meningkat dan ketergantungan gas pipa dari Rusia semakin tak terelakkan. Di sisi lain energi terbarukan yang diharapkan dapat menggantikan energi fosil, belum menunjukkan performa terbaiknya," papar Arcandra dikutip, Rabu (9/2).

Menurutnya lebih dari 25% jalur gas pipa Rusia melewati Ukraina. Lalu sisanya lewat Belarusia, Polandia dan juga lewat laut Baltic. Dengan jalur pipa yang melewati Ukraina, Rusia akan memanfaatkannya untuk menekan balik negara-negara Eropa Barat kalau ada sanksi internasional yang dikenakan ke Rusia.

"Hemat kami ada beberapa skenario yang mungkin akan dijalankan oleh Rusia," jelasnya.

Skenario pertama adalah gas pipa yang sudah terkontrakkan untuk dialirkan ke Eropa Barat akan dihentikan oleh Rusia dengan alasan keamanan pipa tidak terjamin di wilayah Ukraina yang sedang berkonflik.

"Ini adalah strategi yang cerdas ditinjau dari sisi bisnis karena Rusia bisa terhindar dari penalti akibat cedera janji dengan tidak mengalirkan gas ke Eropa Barat," tuturnya.

Skenario kedua, Rusia bisa saja dengan sengaja tidak mau mengalirkan seluruh gasnya ke Eropa Barat sebagai bentuk perlawanan untuk membalas sanksi internasional terhadap negaranya. Arcandra menyebut Rusia masih bisa mengalirkan sebagian gasnya lewat jalur pipa Belarusia dan Polandia yang berukuran lebih kecil.

"Kalau kita mau mencermati lebih dalam, dua skenario di atas dapat digunakan untuk melihat bagaimana Rusia merespons konflik dengan Ukraina ini," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, jika skenario pertama yang dijalankan, artinya Rusia masih menghormati kontrak penyaluran gas yang sudah disepakati. Namun tidak bisa terlaksana karena faktor keamanan.

Rusia, kata Arcandra, akan terlihat profesional dalam hal ini. Dan penyelesaian konflik mungkin bisa mencapai titik temu. Tapi jika skenario kedua yang dijalankan, maka Rusia akan terlihat emosional dan penyelesaian konflik akan menjadi susah.

"Rusia tentu akan berhitung juga skenario kedua akan berakibat kepada marahnya negara-negara Eropa Barat karena tidak mendapatkan gas bumi yang sangat mereka butuhkan pada saat musim dingin," ujar Arcandra.

Dia menyebut yang patut disayangkan adalah kedua skenario ini mempunyai daya rusak yang hampir sama terhadap perekonomian negara-negara Eropa Barat. Musim dingin masih berlangsung dalam beberapa bulan kedepan, sementara Eropa hanya mampu bertahan selama enam minggu dengan cadangan LNG yang tersedia.

"Dalam hal ini Rusia akan merasa di atas angin. Ada beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi akibat dua skenario di atas," terang Arcandra.

Yakni, pembangkit batu bara dan nuklir akan dihidupkan kembali terutama Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Jerman yang sudah pensiun. Dampaknya harga batu bara bisa naik kembali seperti tahun lalu.

Konsekuensi lainnya, impor LNG akan semakin besar yang berakibat pada naiknya harga spot. Kemudian, perusahaan energi Eropa mungkin akan berpikir ulang untuk kembali melakukan bisnis minyak dan gas. Segala upaya untuk meningkatkan produksi dari wilayah Eropa Barat akan tetap dilakukan.

"Satu hal yang dapat kita pelajari dari konflik Rusia dan Ukraina adalah bukan teknologi dan komersial saja yang harus dipertimbangkan dalam menyusun strategi menuju zero emisi, geopolitik ternyata bisa membelokkan strategi yang sudah dirancang," jelasnya. 

img
Anisatul Umah
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan