Pengamat sebut swastanisasi BUMN berikan dampak positif

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pekan lalu menyampaikan keinginannya melakukan swastanisasi BUMN dengan omzet kurang dari Rp50 miliar. 

Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai, yang diinginkan Erick Thohir bukanlah barang baru. Menurutnya, Kementerian BUMN sejak periode Rini Soemarno telah mengajukan hal yang sama.

"Keinginan untuk divestasi atas beberapa BUMN yaitu dengan kategori perusahaan yang secara finansial tidak sehat. Kemudian, dari sisi kebutuhan publik atas jasa perusahaan BUMN itu juga sebagian besar sudah bisa diambil alih swasta," kata Toto dalam diskusi Forum Wartawan BUMN, Senin (8/3).

Dia menjelaskan, Erick Thohir mempercepat divestasi ini karena melihat kondisi dari total 110 BUMN, hanya 20 perusahaan BUMN yang menyumbang 90% total pendapatan BUMN.

Selain mempertimbangkan kinerja tersebut, Toto menilai swastanisasi ini dilakukan agar Kementerian BUMN bisa lebih fokus mengelola, memonitor, dan melakukan supervisi agar perusahaan BUMN berkinerja lebih baik dan kompetitif.

"Maka kalau span of control-nya bisa dikurangi dengan mengurangi jumlah BUMN, saya kira akan lebih baik," ujarnya. 

Toto menilai langkah tersebut telah dimulai dengan mengirimkan BUMN dalam kategori tersebut masuk ke dalam pengelolaan Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Ketika kondisi perusahaan tersebut telah sehat, maka BUMN tersebut bisa ditawarkan ke investor.

"Saya kira hal ini mesti dilakukan dengan tata kelola yang baik, sehingga menghindari distorsi informasi atau apapun yang menyebabkan divestasinya menjadi masalah," ucap dia.