close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan
Bisnis
Jumat, 02 September 2022 11:22

Daya beli dan akses masyarakat melemah imbas harga pangan mahal

Pangan menjadi komponen signifikan di dalam konsumsi rumah tangga, yang bahkan mencapai 50% bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
swipe

Pemerintah diminta menjaga ketersediaan pangan sekaligus menjaga daya beli masyarakat. Pangkalnya, pangan menjadi komponen signifikan di dalam konsumsi rumah tangga, yang bahkan mencapai 50% bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menyatakan, tingginya harga beberapa komoditas pangan akan melemahkan daya beli masyarakat. Selain itu, memperkecil keterjangkauan pada pangan.

"Kestabilan harga bukan lagi menjadi satu-satunya yang menentukan keterjangkauan masyarakat terhadap pangan. Pemerintah perlu memperhatikan daya beli yang menurun akibat pandemi Covid-19," ucapnya dalam keterangannya, Jumat (2/9).

Berdasarkan indeks bulan rumah tangga (Bu RT) yang dilakukan CIPS, harga telur mengalami kenaikan sejak Februari 2022 dan masih akan terus meningkat. Rerata harga telur di supermarket di Jakarta naik sekitar 3,39% menjadi Rp43.033,3/kg pada Agustus 2022 dan meningkat 61,17% jika dibandingkan periode sama tahun lalu. 

Selain itu, berdasarkan indeks Bu RT, harga beras mengalami kenaikan 4,14% pada Agustus 2022 menjadi Rp12.800/kg. Lalu, harga minyak goreng di pasar tradisional naik 25,1% menjadi Rp22.457,5/kg.

Hasran menerangkan, fluktuasi harga minyak goreng dipengaruhi efek global perang Rusia-Ukraina. Kemudian, gangguan rantai pasok akibat efek domino pandemi Covid-19.

Menurutnya, kenaikan harga pangan dan melemahnya daya beli akan memengaruhi konsumsi nutrisi. "Masyarakat akan cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dengan harga yang lebih murah, tapi belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh."

CIPS pun merekomendasikan beberapa hal agar ketersediaan pangan terjamin dan daya beli terjaga. Pertama, meningkatkan efisiensi proses dan prosedur perdagangan ahar tak memakan biaya dan waktu. 

"Selain itu, kebijakan perdagangan harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya saing produsen dalam negeri," imbuh Hasran.

Dia berpendapat, faktor domestik yang menyebabkan harga tinggi harus diatasi melalui peningkatan penelitian dan pengembangan, akses ke input yang berkualitas dan perbaikan, serta pembangunan infrastruktur pendukung pertanian.

Kemudian, pemerintah diminta meningkatkan daya saing produk pertanian guna membuka pasar. Salah satu upayanya dengan menciptakan dan menjaga iklim bisnis investasi dan persaingan usaha secara konsisten.

Lalu, memodernisasi dan transfer teknologi guna meningkatkan efisiensi proses produksi oleh petani. "Proses produksi yang tidak efisien membuat produk pertanian lokal sulit bersaing dengan produk impor, yang diciptakan lewat proses produksi yang efisien sehingga kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah," tandas Hasran.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan