Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan defisit anggaran yang diperlebar pemerintah untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19 adalah sebuah keniscayaan. Hal tersebut menanggapi pemerintah yang mematok target defisit anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mencapai Rp1.006 triliun atau sebesar 5,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB), untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Di tengah krisis yang disebabkan pandemi ini, menurut Piter, langkah yang diambil pemerintah tersebut sudah tepat. Pasalnya, tidak ada cara lain untuk menyokong perekonomian masyarakat dan dunia usaha selain dengan menggelontorkan berbagai stimulus yang berasal dari APBN.
"Defisit itu bukan issue. Pelebaran defisit di tengah situasi krisis saat ini adalah suatu keniscayaan. Saya lebih khawatir jika pemerintah menahan defisitnya sekecil mungkin," katanya dalam video conference, Rabu (24/2).
Piter menuturkan, jika pemerintah tidak melebarkan defisit hingga 6,09% atau setara Rp956,3 triliun pada 2020, maka kontraksi perekonomian Indonesia bakal jatuh lebih dalam. Nasib baik, pada 2020 kontraksi ekonomi tertahan di 2,07%.
Sebagai instrumen counter cyclical, ujar Piter, pelebaran defisit telah mampu menahan pertumbuhan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang jauh lebih tinggi, akibat tidak berjalannya aktivitas ekonomi sebagaimana mestinya.
"Kalau tidak melebarkan defisit pada 2020, kita akan masuk ke jurang krisis yang jauh lebih berat dan pemulihan sangat sulit dilakukan. Apa yang dilakukan pemerintah ini sudah sangat baik on the track," tuturnya.
Namun demikian, untuk dapat keluar dari jebakan krisis ini, dia menyarankan agar pemerintah fokus pada penanganan kesehatan terlebih dahulu, karena pandemi merupakan sumber krisis yang terjadi.
Menurutnya, upaya pemerintah yang terus melebarkan defisit dan menggenjot stimulus akan sia-sia jika aktivitas sosial masyarakat masih terganggu. Akibatnya, sektor perdagangan dan industri penting masih belum berjalan dengan baik, dan tingkat konsumsi masyarakat rendah.
"Apapun yang dilakukan, kalau aktivitas sosial masih terbatas, maka tidak bisa mengharapkan ekonomi bangkit," kata dia.