Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 berpotensi mencapai 1,93% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp310,8 triliun.
Lubang defisit fiskal itu lebih besar dibandingkan asumsi defisit dalam APBN 2019 yang sebesar 1,84% dari PDB atau Rp296 triliun.
Menurut Sri Mulyani, perkiraan defisit APBN lebih tinggi dibandingkan asumsi atau target defisit karena tekanan terhadap penghimpunan pendapatan negara, yang juga merupakan imbas dari perlambatan perekonomian global.
"Outlook (perkiraan) APBN 2019 untuk defisit di atas yang ditetapkan untuk 2019, tapi dengan deviasi yang tidak terlalu jauh. Hal Ini karena ada tekanan penerimaan dan perlambatan ekonomi global," kata Sri Mulyani dalam rapat Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7).
Perkiraan defisit itu berdasarkan proyeksi belanja negara akan mencapai Rp2.341,6 triliun atau sebesar 95,1% dari pagu APBN 2019 yang sebesar Rp2.461.1 triliun. Sedangkan, pendapatan negara diperkirakan Sri Mulyani lebih rendah dari belanja negara yakni Rp2.030,8 triliun atau sebesar 93,8 persen dari pagu APBN 2019 yang sebesar Rp2.165,1 triliun.
Defisit APBN semester I-2019
Jika merujuk pada realisasi APBN 2019 untuk semester I-2019, pencairan belanja negara mencapai Rp1.034,5 triliun, dengan pendapatan negara sebesar Rp898,8 triliun. Oleh karena itu, defisit APBN 2019 hingga semester I-2019 sebesar 0,84%PDB atau Rp135,8 triliun.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menyebutkan tekanan dan risiko fiskal terhadap kinerja instrumen fiskal hingga saat ini masih dapat dikendalikan.
"Kinerja fiskal sampai dengan semester I 2019 cukup baik ditandai dengan pendapatan negara yang tetap tumbuh dan kinerja belanja negara yang meningkat serta manajemen pengelolaan kas semakin baik ditandai dengan Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan) yang lebih rendah," ujar Sri. (Ant)