Pemerintah mencatat mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Juli 2018 sebesar Rp151,3 triliun atau sekitar 1,03% terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, angka tersebut lebih kecil dari tahun lalu sebesar 1,55% dari PDB. Secara akumulasi, pendapatan negara dan hibah sampai dengan 31 Juli 2018 mencapai Rp994,36 triliun atau 52,48% dari target APBN.
Sementara untuk angka penerimaan perpajakan sampai akhir Juli terkumpul Rp780,05 triliun, PNBP sebesar Rp211,04 triliun dan hibah sebesar Rp3,27 triliun.
"Masing-masing mencapai 48,21% untuk pajak, 76,62% dari PNBP, dan 273,22% dari hibah," jelas Sri Mulyani, Selasa (14/8).
Sementara itu, realisasi belanja sampai akhir Juli sebesar Rp1.145,6 triliun, mencapai sekitar 51,6% dari pagu APBN. Angka ini meningkat 7,7% jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi belanja negara tersebut meliputi belanja perintah pusat sebesar Rp697 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp448,6 triliun.
Pemerintah terus mendorong upaya perbaikan penyerapan pelaksanaan kinerja APBN. Sri Mulyani pun mengklaim bahwa realiasai APBN sampai dengan 31 Juli masih dinilai positif.
"Stabilitas ekonomi Indonesia terjaga cukup baik yang dicerminkan oleh stabilitas tingkat harga domestik, meskipun mendapat tekanan karena depresiasi nilai tukar," jelas Sri Mulyani.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan, selama bulan Januari hingga Juli 2018 laju inflasi tercatat sebesar 3,18% (yoy). Sehingga, secara kumulatif inflasi hingga Juli 2018 mencapai 2,18% (year to date).
Realisasi tersebut diklaim Sri Mulyani lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017, yaitu sebesar 2,60% (ytd) atau 3,88% (yoy).
"Terjaganya laju inflasi tersebut didukung oleh rendahnya inflasi inti dan melambatnya inflasi untuk komponen administered price di saat terjadi peningkatan inflasi volatile food," pungkasa Sri Mulyani.