close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi VI DPR Edhie Baskoro Yudhoyono. Foto: dpr.go.id/Andri/Man
icon caption
Anggota Komisi VI DPR Edhie Baskoro Yudhoyono. Foto: dpr.go.id/Andri/Man
Bisnis
Selasa, 13 Juli 2021 10:28

Demokrat minta Kemenkeu lakukan terobosan terkait pajak

PPKM darurat saat ini baru akan terasa dampaknya pada penerimaan di Agustus.
swipe

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan terobosan out of the box dalam mengambil langkah kebijakan terkait pajak. Menurutnya, Indonesia saat ini berada pada posisi yang  serba salah jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

"Satu sisi, kita butuh pendapatan negara yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan belanja yang besar. Tetapi di sisi lain, jangan sampai membebani masyarakat, seperti pajak sembako untuk rakyat dan pajak pendidikan untuk rakyat," kata Ibas dalam keterangannya, Selasa (13/7).

Diketahui, defisit anggaran pada semester I-2020 mencapai Rp283,2 triliun atau sekitar 1,72% terhadap PDB. Ibas memperkirakan, utang Indonesia akan mengalami pertambahan mengingat kebutuhan belanja dan pembiayaan juga tinggi, terutama untuk penanganan Covid-19. Sedangkan di sisi lain, penerimaan negara juga belum baik.

Melihat pandemi Covid-19 yang nampaknya belum berhasil diatasi, Ibas mengingatkan bahwa sektor PPh dan cukai masih rendah realisasinya dibandingkan tahun lalu. Terlebih lagi PPKM darurat saat ini baru akan terasa dampaknya pada penerimaan di Agustus.

Menurutnya, kalau resesi biasanya itu dikurangi sekecil mungkin kenaikan PPn akan menjadi beban bagi rakyat. Penjualan perusahaan sudah pasti akan turun, begitu juga IHSG. Dia meminta pemerintah menanggapi isu ini dengan bijak.

"Jangan sampai justru masyarakat sedang susah, usaha usaha sedang susah tapi dibebani dengan yang lebih ekstrem lagi," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah, mengingatkan pemerintah agar tidak membebani ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19. Dia meminta agar Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) tidak disahkan dalam kondisi ekonomi yang belum pulih saat ini.

“Jangan sampai misalnya ekonomi belum pulih, UU KUP sudah disahkan, pajak dipungut. Justru yang terjadi kontraproduktif, misalnya masyarakat jadi apatis," kata Hidayatullah dalam RDPU Panja RUU KUP bersama pakar yang dilakukan secara hybrid, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (12/7).

Politisi Fraksi PKS ini menganalogikan pertumbuhan ekonomi dan intensifnya pembayaran pajak masyarakat, seperti sapi yang sehat dan banyaknya susu yang dihasilkan.

"Kalau kita menginginkan susunya bagus, banyak, perbaiki dulu ekonomi. Ekonomi yang baik konsekuensi melahirkan pembayaran pajak besar," ujarnya.

Dalam pandangannya, memang idealnya ekonomi diperbaiki dulu, tumbuh dengan baik, lalu baru diterapkan pungutan dalam bentuk pajak yang beraneka ragam.

Diketahui, dalam paparan pakar yang disampaikan oleh Direktur Riset CORE Piter Abdullah, terungkap bahwa RUU KUP bias pada perluasan basis pajak. Isunya justru pengenaan pajak sembako dan pendidikan. Sehingga masyarakat tergiring untuk melihat hal itu karena langsung bersentuhan dengan persoalan riil.

"Tetapi menurut saya justru ada isu besar di balik konstruksi RUU KUP ini, khususnya dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak. Itu bungkusnya. Tetapi, isinya adalah pengampunan pajak (Tax Amnesty) jilid II," pungkas Piter.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan