close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Roy Edison Maningkas menyatakan telah mengajukan surat permohonan pengunduran diri sebagai Dewan Komisaris Krakatau Steel kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara. Alinea.id/Ardiansyah Fadli
icon caption
Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Roy Edison Maningkas menyatakan telah mengajukan surat permohonan pengunduran diri sebagai Dewan Komisaris Krakatau Steel kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara. Alinea.id/Ardiansyah Fadli
Bisnis
Selasa, 23 Juli 2019 13:24

Di tengah kisruh, Komisaris Krakatau Steel mundur dari jabatan

Komisaris Krakatau Steel (KRAS)  Roy Edison Maningkas telah mengajukan surat pengunduran diri pada 11 Juli 2019.
swipe

Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Roy Edison Maningkas menyatakan telah mengajukan surat permohonan pengunduran diri sebagai Dewan Komisaris Krakatau Steel kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara. 

"Surat permohonan pengunduran diri saya sampaikan pada 11 Juli 2019 dan langsung saya bawa ke Deputi dan Menteri BUMN," katanya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7).

Menurutnya, surat pengunduran diri kepada Kementerian BUMN disertai dengan dissenting opinion atau pernyataan perbedaan pendapat terkait dengan proyek blast furnace complex. 

Langkah tersebut dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari Kementerian BUMN agar negara tidak dirugikan dengan adanya proyek blast furnace.

Dalam dissenting opinion-nya Roy, menjelaskan bahwa Krakatau Steel (KS) telah mengeluarkan uang untuk proyek blast furnace complex sebesar US$714 juta atau setara Rp10 triliun dan terjadi pembengkakan sebesar Rp3 triliun.

"Terjadi over-run atau membengkak Rp3 triliun dari rencana semula Rp7 triliun," jelas Roy dalam keterangannya. 

Sebelumnya, pihaknya juga sudah berkali-kali mengingatkan dengan berkirim surat kepada direksi PT KS dan Kementerian BUMN bahwa proyek blast furnace sudah telat selama 72 bulan. Sehingga, harga pokok produksi (HPP) slab yang dihasilkan lebih mahal US$82/ton dibandingkan dengan harga pasar. 

"Kalau produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian PT Krakatau Steel sekitar Rp1,3 triliun per tahun,” ujarnya. 

Namun demikian, Roy mengaku pernyataan dissenting opinion-nya direspon secara negatif oleh kementerian BUMN. 

"Saya anggap tidak proporsional menerima permohonan pengunduran diri saya tanpa menyinggung subtansi dissenting opinion dan hanya dijawab melalui pesan What'sapp," katanya. 

"Padahal posisinya saya sebagai komisaris independen adalah menjaga kepentingan pemegang saham merah putih dan pemegang saham publik dan pemegang saham perseroan," lanjutnya. 

Selain itu, Roy mengaku sebenarnya sudah lama ingin mengajukan surat permohonan diri dari Komisaris Independen Krakatau Steel, namun hanya sebatas lisan. Keinginannya untuk mengundurkan diri disebabkan utang Krakatau Steel yang katanya menumpuk.

"Saya coba berusaha bersama dewan komisaris lain membuat Krakatau Steel menjadi lebih pulih. Karena saat saya masuk Krakatau Steel utangnya sudah US$3 miliar dan kerugiannya sudah Rp 4,2 triliun," pungkasnya.

Meski demikian, Roy menjelaskan pengunduran dirinya tetap direstui oleh Kementerian BUMN pada 11 Agustus mendatang atau 30 hari dari diajukannya surat pengunduran diri yaitu pada 11 Juli 2019.

Sebelumnya, kinerja Kratau Steel terus berantakan. Berdasarkan laporan keuangan PT Krakatau Steel, hingga kuartal I-2019, total kerugian emiten berkode KRAS mencapai US$62,32 juta atau sekitar Rp884,6 miliar. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kerugian itu meningkat, dari hanya US$4,86 juta atau sekitar Rp69 miliar.

Hingga Juni 2019, program restrukturisasi tenaga kerja sudah dilakukan di dua anak perusahaan PT Krakatau Steel, yakni Pabrik Long Product dan Krakatau Wajatama (KWT). Meski belum ada PHK, tetapi sejak 1 Juni 2019 terjadi mutasi karyawan, pengurangan jam kerja, dan merumahkan karyawan maupun pekerja outsourcing (pekerja alih daya) di dua anak perusahaan tersebut.

Produsen baja yang beroperasi di Cilegon, Banten itu melakukan efisiensi dengan memangkas unit kerja sebesar 30%, dari 6.264 posisi, setara 1.879 unit kerja secara bertahap hingga 2020. Jika dihitung, maka jumlah unit kerja di perseroan menjadi 4.385 posisi.

img
Ardiansyah Fadli
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan