Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), PT Pertamina (Persero) Tbk serta PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., menyepakati pemberlakukan kebijakan digitalisasi / IT based pada setiap nozzle di 5.518 SPBU dari total 7.415 SPBU di Indonesia.
Langkah tersebut dalam rangka mengendalikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan BBM Khusus Penugasan (Premium). Selain itu, digitalisasi nozzle ini diharapkan memudahkan BPH Migas mengawasi dan melakukan pendataan semua volume BBM Public Service Obligation (PSO) dan Non PSO yang didistribusikan melalui SPBU.
“Dulu (sebelum digitalisasi) tidak ada yang tahu. Operasional nantinya akan ketahuan. Kalau dari terminal 8.000 liter maka yang terdistribusi akan termonitor di situ,” terang Vice President Retail Fuel Marketing PT Pertamina (Persero) Jumali di BPH Migas, Jakarta, Senin (13/8).
Target yang ditetapkan BPH Migas untuk 5.518 SPBU tersebut sangat mendesak. Pasalnya waktu yang ditenggatkan sangat singkat yakni, akhir tahun ini. Perwakilan dari PT Telkom, PT Pertamina serta BPH Migas tersebut belum dapat memastikan skema yang digunakan dalam membiayai proyek tersebut.
“Dalam tiga hari dari sekarang mungkin ada perumusan anggaran dan bisnis modelnya. Kontrak sedang disusun. Sehingga masih dihitung bersama investasi yang diperlukan,” jelasnya.
Digitalisasi nozzle akan memberikan konversi dari jumlah liter yang disalurkan nozzle dari format elektronik, dikirim ke data center yang ada di suatu tempat.
"Lalu data dari 5.518 SPBU itu di generate dan dibuat report analitic yang membantu BPH migas. Kalau dimungkinkan (juga) bisa digunakan sebagai pengendalian,” pungkasnya.