Dijegal di Taiwan, bagaimana nasib Indomie ke depan?
Pekan lalu, Departemen Kesehatan Taiwan mengumumkan tentang penemuan dua mi instan yang dianggap mengandung senyawa kimia berbahaya pemicu kanker, etilen oksida alias EtO (C2H4O). Dua produk tersebut adalah Indomie Rasa Ayam Spesial dari Indonesia dan Ah Lai White Curry Noodles asal Malaysia.
Dari temuan itu, Departemen Kesehatan lantas menghentikan peredaran dua merek mi instan tersebut. Bahkan, untuk para importir yang mendatangkan dua produk mi siap saji itu ke Taipei akan dikenakan denda antara NT$60.000 hingga NT$200 juta atau setara Rp29,2 juta-Rp97,4 miliar.
“Inspeksi mi instan dilakukan dengan memilih secara acak 30 produk dari supermarket, toko serba ada, hypermarket, pasar basah tradisional, toko makanan Asia Tenggara, dan importir grosir di kota,” kata Kepala Divisi Makanan dan Obat-obatan Departemen Kesehatan Taipei Chen Yi Ting, mengutip Channel News Asia, Rabu (3/5).
Tidak berselang lama, Kementerian Kesehatan Malaysia juga turut menginstruksikan para penjual untuk menarik secara sukarela produk Ah Lai untuk batch yang telah kadaluarsa pada 25 Agustus 2023. Sementara untuk Indomie, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Malaysia Muhammad Radzi Abu Hasan mengeluarkan arahan untuk menahan dan menguji produk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. di semua titik masuk negara, serta mendesak produsennya secara sukarela menarik produk dari pasar.
“Untuk menjaga kontrol atas keamanan pangan, kementerian telah mengerahkan penarikan sukarela kedua produk tersebut dari pasar lokal jika ada,” kata Radzi, mengutip Bernama, Kamis (3/5).
Adapun penindakan yang dilakukan meliputi denda, tindakan pengadilan dan penarikan produk. Selain Taiwan dan Malaysia, Nigeria adalah negara lain yang mewaspadai dan melakukan penyelidikan kepada seluruh produk salah satu mi terenak di dunia itu, menyusul ramainya pemberitaan mengenai adanya kandungan etilen oksida pada bumbu Indomie Ayam Spesial. Meskipun pemerintah Nigeria tidak mengimpor Indomie varian ini dan bahkan telah memasukkannya ke Daftar Larangan Impor pemerintah Federal Nigeria.
Menanggapi pencekalan Taiwan dan Malaysia tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito dalam keterangan yang diterima Alinea.id, Kamis (27/4) memastikan bahwa Indomie Ayam Spesial aman untuk dikonsumsi. Sebab, varian Indomie yang beredar di kedua negara itu memiliki kandungan etilen oksida sebesar 0,34 ppm, sedangkan residu EtO yang diperbolehkan mencapai 85 ppm.
“Kadar yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan masih jauh di bawah batas maksimal residu di Indonesia dan di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Kanada. Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi,” jelasnya.
Peringkat negara dengan permintaan mi instan tertinggi di dunia (juta porsi)
Negara |
2017 |
2018 |
2019 |
2020 |
2021 |
China/Hong Kong |
38,96 |
40,25 |
41,45 |
46,36 |
43,99 |
Indonesia |
12,62 |
12,54 |
12,52 |
12,64 |
13,27 |
Vietnam |
5,06 |
5,20 |
5,44 |
7,03 |
8,56 |
India |
5,42 |
6,06 |
6,73 |
6,73 |
7,56 |
Jepang |
5,66 |
5,78 |
5,63 |
5,97 |
5,85 |
Amerika Serikat |
4,13 |
4,52 |
4,63 |
5,05 |
4,98 |
Filipina |
3,75 |
3,98 |
3,95 |
4,47 |
4,44 |
Korea selatan |
3,74 |
3,82 |
3,90 |
4,13 |
3,79 |
Thailand |
3,39 |
3,46 |
3,57 |
3,71 |
3,63 |
Brazil |
2,25 |
2,39 |
2,42 |
2,72 |
2,85 |
Sumber: World Instant Noodles Association
Perlu diketahui, batas maksimal residu EtO di Indonesia ialah 0,187 mg per kg atau sekitar 0,34 ppm. Sedangkan Taiwan dan Malaysia tidak memberikan takaran spesifik akan jumlah etilen oksida yang diizinkan.
Sama halnya dengan BPOM, manajemen ICBP juga menegaskan bahwa produk mi instan yang diproduksi dan diekspor ke lebih dari 100 negara telah memenuhi standar keamanan pangan, baik dari BPOM maupun Codex Standard for Instant Noodles. Tidak hanya itu, produk Indomie juga telah mendapatkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) serta diproduksi di fasilitas yang terverifikasi Standar Internasional.
“Kami juga terus memastikan mi instan yang kami produksi telah memenuhi peraturan dan ketentuan keamanan pangan yang berlaku di negara tujuan ekspor itu. Sehingga produk mi instan Indomie aman untuk dikonsumsi,” kata Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja, saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Hal ini pun diamini Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi. Menurutnya, produk Indomie yang diekspor secara resmi ke Taiwan dan Malaysia sudah memenuhi standar kedua negara itu.
Hal ini terlihat dari tidak adanya masalah terkait penjualan produk mi instan itu selama ini. Apalagi, dalam mengekspor sebuah produk, terutama makanan dan minuman baik pemerintah maupun produsen telah menyesuaikan peraturan dari negara tujuan ekspor.
“Yang penting, bahwa yang beredar di Taiwan dan Malaysia, yang terambil itu adalah Indomie yang belum memenuhi standar negara tersebut,” katanya, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Sementara produk Indomie yang memang terbukti memiliki residu EtO ialah produk yang diproduksi di Indonesia dan didistribusikan untuk pasar dalam negeri. Kata Didi, hal ini bisa terjadi lantaran ada dua pihak berbeda yang memasukkan Indomie ke Taiwan dan Malaysia, yakni melalui distributor resmi dan didatangkan oleh individu.
Tak terpengaruh
Terlepas dari insiden ini, Didi yakin keran ekspor mi instan asal Indonesia ini tidak akan ditutup dan masih akan terus berjalan. Pasalnya, nilai ekspor mi siap saji, termasuk Indomie ke Taiwan khususnya, mencapai puluhan juta dolar Amerika Serikat.
“Dan ini sering terjadi. Untuk memperbaikinya, kami sedang diskusi dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia Taipei, agar persoalan ini juga segera bisa ditemukan solusinya,” imbuh dia.
Sebagai informasi, berdasar data Badan Pusat Statistik, ekspor mi instan ke Taiwan hampir terus mengalami kenaikan, kecuali saat pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Secara rinci, berat bersih mi instan yang dikirim ke Taipei pada 2021 mencapai 7,69 juta kg dengan nilai mencapai US$8,02 juta, total ekspor ini mengalami kenaikan dari tahun 2020 yang hanya seberat 4,22 kg dan nilai US$4,39 juta. Nilai ekspor pada tahun pertama pagebluk itu juga jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya yang dapat mencapai US$7,52 juta dan berat bersih 4,09 kg.
Mendengar kabar tak mengenakkan dari salah satu jenama paling populer di Indonesia ini, insiden yang terjadi pada Indomie Ayam Spesial ini, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai, kinerja bisnis perusahaan tidak akan terlalu berpengaruh karena masih ada destinasi ekspor utama perseroan lainnya, seperti Australia, Irak, Papua Nugini, Hong Kong, Timor Leste, Yordania hingga Arab Saudi. Selain itu, produk mi siap saji buatan perusahaan dengan kode saham ICBP ini juga menyasar pasar non-tradisional, seperti Nigeria.
“Jadi meskipun ditarik di dua negara itu, ICBP tetap bisa tumbuh. Apalagi kinerja pendapatan perusahaan paling banyak dari penjualan dalam negeri,” jelasnya, kepada Alinea.id, Kamis (4/5).
Perlu diketahui, berdasarkan laporan keuangan ICBP per Maret 2023, penjualan ICBP di pasar lokal berkontribusi sebesar Rp14,11 triliun di kuartal-I 2023. Sementara penjualan di pasar ekspor sebesar Rp5,02 triliun atau 26,25% dari total penjualan pada periode Januari-Maret 2023, yang tembus hingga Rp19,14 triliun.
Jika dirinci, penjualan keluar negeri paling banyak ialah di pasar Timur Tengah dan Afrika, dengan penjualan sebesar Rp3,94 triliun. Kemudian diikuti oleh penjualan di pasar Asia, sebesar Rp431,16 miliar serta ekspor di pasar lainnya mencapai Rp645,88 miliar.
Dari total ekspor tersebut, sayangnya Indofood tak merinci berapa kontribusi produk mi instan. Namun secara kumulatif, mi siap saji menyumbang pendapatan sebesar Rp14,01 triliun, setara dengan 73,20% terhadap total penjualan perseroan.
“Karena itu, in-line (seiring) dengan perekonomian kita yang terus tumbuh, saya kira konsumi mi instan juga akan tetap naik. Dengan ini, (kinerja) ICBP juga masih bisa terus berkembang,” imbuh Nafan.
Pesaing baru
Sementara itu, selain penarikan dari Taiwan dan Malaysia, ICBP juga masih harus menghadapi tantangan lain, yakni bersaing dengan mi-mi siap saji dari berbagai negara lainnya, terutama Korea Selatan dan Jepang. Di mana produk dari dua negara di Asia Timur ini, khususnya Korea Selatan telah banyak masuk ke pasar Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya jenama mi siap saji yang dijual di minimarket, hingga supermarket.
Beberapa mi instan asal Korea Selatan yang mudah ditemukan antara lain, Samyang, Nongshim dan Ottogi. Sementara mi asal Jepang yang kerap disebut ramen ada Nissin, Maruchan Mukashi Nagara, Sapporo Ichiban, Peyoung Yakisoba, hingga Myojo.
Mi instan terenak di dunia
Nomor | Ahli Ramen Jepang Cody Mizuno | Versi Los Angeles Times |
Versi Ramen Rater |
1. | Nongshim Shin Ramyun (Korea Selatan) | Indomie Barbeque Chicken (Indonesia) | Prima Taste Singapore Wholegrain Laksa LaMian (Singapura) |
2. | Ichiran Tonkatsu Ramen (Jepang) | MyKuali Penang White Curry (Malaysia) | Ippudo Karaka Spicy Ramen (Jepang) |
3. | Indomie Mie Goreng (Indonesia) | Nongshim Shin Black (Ko)rea Selatan | Mom’s Dry Noodle Scallop & S Hua Diao Wine Chicken Noddle Soup (Taiwan) |
4. | Mama Shrimp Tom Yum Instant Noodle (Thailand) | Sapporo Ichiban Tokyo Chicken Momosan (Jepang) | Red Chef Hae Bee Hiam (Singapura) |
5. | A-Sha Guanmiao Noodle varian Hakka Sesame Oil and Scallion (Taiwan) | Ibumie Mi Goreng Curry Kapitan (Malaysia) | MyKuali Penang White Curry (Malaysia) |
6. | Konjac Noodle (Amerika) | Myojo Chukazanmai Soy Sauce (Jepang) | A-Sha LaoTao Beef and Tendon Noodle (Taiwan) |
7. | Nissin Demae Iccho (Jepang) | MyKuali Penang Spicy Prawn (Malaysia) | Red Chef Spicy Sakura Prawn Soup Rice Vermicelli & Noodle (Malaysia) |
8. | Maruchan Yakisoba (Jepang) | Mama Shrimp Creamy Tom Yum (Thailand) | Indomie Mie Keriting Rasa Ayam Panggang (Indonesia) |
9. | Samyang Jjajang Buldak Spicy Black Bean Roasted Chicken Noodle (Korea Selatan) | Maggi Masala Spicy (India) | Prima Taste Singapore Curry Wholegrain LaMian (Singapura) |
10. | Maruchan Instant Lunch Chicken Flavour (Jepang) | Indomie Goreng Original (Indonesia) | Best Wook Mi Goreng Original (Indonesia) |
Dari berbagai sumber.
Kata Mantan Ketua Umum Asosiasi Biskuit, Roti dan Mi Instan (Asrim) Sribugo Suratmo, kian banyaknya jenama mi instan asal Korea dan Jepang tak lain ialah karena perusahan-perusahaan produsen mi siap saji asing itu tergiur oleh besarnya pasar mi instan di Indonesia. Bagaimana tidak, menurut data Asosiasi Mi Instan Dunia (World Instant Noodles Association), sejak tahun 2017 hingga 2021 Indonesia secara konsisten menempati peringkat kedua sebagai negara dengan permintaan mi instan terbesar di dunia.
Pada 2021 misalnya, permintaan produk siap saji ini mencapai 13,27 juta porsi, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 12,64 juta porsi. Sementara China dan Hong Kong yang menempati peringkat pertama, mengkonsumsi sebanyak 43,99 juta porsi pada 2021 dan 46,64 juta porsi di tahun 2020.
“Karena itu, enggak aneh kalau banyak bermunculan perusahaan mi instan, baik yang dari dalam maupun luar negeri,” ujar Sribugo.
Tren konsumsi mi instan Korea dan Jepang memang semakin tumbuh. Tapi, di saat bersamaan mi instan lokal kerap kali menjadi pilihan utama. "Intinya, mi instan impor itu hanya selingan atau buat coba-coba saja. Selebihnya, masyarakat akan kembali lagi mengonsumsi mi instan dari Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Sribugo mengungkapkan, sudah sejak lama pasar mi instan tanah air paling banyak dikuasai oleh Indofood, dengan pangsa pasar lebih dari 70%. Baru kemudian disusul oleh Wings Group dengan produknya yakni Mie Sedaap dan Mayora dengan Bakmi Mewah atau Mie Oven.
Kondisi ini dibuktikan oleh survei Jakpat pada Agustus tahun lalu terkait popularitas mi instan di Indonesia. Dalam survei yang diikuti oleh 1.206 responden di seluruh indonesia, 95% di antaranya menyatakan bahwa mereka mengetahui merek Indomie. Selanjutnya, 88% responden mengetahui adanya brand Mie Sedaap dan 81% responden mengetahui merek mi instan Supermi.
Sementara itu, responden yang mengetahui tentang jenama mi Samyang dari Korea Selatan hanya 61%. Sedangkan untuk merek mi instan asal Jepang Nissin hanya diketahui oleh 36% responden saja.
Teranyar, hasil survey Kurious dari Katadata Insight Center mengungkapkan, dari 667 responden yang sebagian besar berusia 35-44 tahun lebih sering mengonsumsi Indomie (88,6%). Disusul kemudian oleh Mie Sedaap (68,9%), Supermi (32,3%), Lemonilo (25,9%), dan Mi Sukses (20,5%). Selanjutnya hanya 16,3% dari total responden mengonsumsi mi ABC, 13,6% responden mengonsumi mi Richeese, 12,1% menyukai Samyang, 10,8% Bakmi mewah, 10,4% Mi Sakura, 9,8% mi Gaga, dan 2,9% mengonsumi mi instan Nongshim.
Sementara itu, CEO Indosurya Sekuritas William Surya Wijaya bilang, dominasi konsumsi Indomie dapat terjadi karena merek dagang mi instan ICBP ini lebih banyak dikenal luas oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Oleh karenanya, meski banyak jenama-jenama mi siap saji bermunculan, Indomie diperkirakannya masih akan tetap bertahan dan bertumbuh.
“Dengan ditambah meningkatnya mobilitas, tentunya sektor konsumen, termasuk Indomie ini diuntungkan kinerjanya, walaupun di tengah persaingan. Apalagi, baru saja ada libur panjang,” ujarnya, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (5/5).
Meski telah memiliki pangsa pasar terbesar di industri mi instan, produsen tak boleh berdiam diri dan tetap memunculkan inovasi-inovasi produk baru. Sebab, dengan konsumsi mi instan yang diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, bakal semakin ketat pula di industri makanan siap saji ini.
“Jadi inovasi bisnis masih menjadi hal yang harus dilakukan produsen untuk bisa menghadapi ketatnya persaingan industri,” tutup William.