Pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berbasis riset dan inovasi semakin diakui sebagai kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, mengemukakan pentingnya perubahan paradigma dalam memandang riset sebagai investasi dan bukan hanya sebagai pengeluaran belaka.
Stella menyoroti tantangan besar dalam mengubah pola pikir kebijakan ekonomi di Indonesia terkait riset. "Apa kebijakan ekonomi yang bisa mengubah pemikiran ini, sehingga kita bisa mencapai model pertumbuhan ekonomi ala Paul Romer yang berbasis pada riset dan inovasi?" tanyanya.
Model pertumbuhan ekonomi Romer mengedepankan pentingnya pengetahuan dan teknologi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Tantangan
Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah keterbatasan dana. Dus, menghambat kualitas dan kuantitas riset. Menurut Stella, meskipun pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengalokasikan dana riset yang cukup besar, sebagian besar industri di Indonesia masih enggan berinvestasi dalam riset karena ketidakpastian kualitas riset tersebut.
"Industri enggan untuk berinvestasi karena mereka tidak yakin dengan kualitas riset yang dihasilkan. Ini adalah dilema ayam dan telur, bagaimana memecahkan masalah ini?" tambah Stella.
Menurut Wakil Dekan Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Tanti Novianti, salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas riset adalah melalui kolaborasi yang lebih erat antara perguruan tinggi dan industri. "Industri di Indonesia cenderung tidak memberi insentif yang cukup untuk riset karena dampaknya seringkali tidak langsung terlihat. Begitu riset siap untuk dikomersialisasikan, banyak hambatan yang muncul, seperti perizinan yang memakan waktu lama," jelas Tanti dalam kesempatan serupa.
Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu faktor utama mengapa industri enggan berinvestasi pada riset di Indonesia, di mana efisiensi waktu sangat penting bagi sektor industri. "Bagi industri, waktu adalah uang. Jika riset harus melewati banyak birokrasi yang memakan waktu, mereka akan lebih memilih untuk tidak terlibat," tambahnya.
Di sisi lain, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Deniey A Purwanto, mengungkapkan contoh yang relevan dari Jerman, di mana alokasi anggaran riset sangat bergantung pada isu-isu pembangunan nasional, seperti kemiskinan dan pengangguran. "Di Jerman, universitas yang fokus pada isu-isu penting, seperti kemiskinan atau pengangguran, mendapatkan alokasi anggaran yang lebih besar. Pengangguran di Jerman tidak hanya melibatkan lulusan SD (Sekolah Dasar) atau SMP (Sekolah Menengah Pertama), tetapi juga mereka yang berpendidikan vokasi dan sarjana," jelas Deniey.
Pentingnya riset yang berbasis pada kebutuhan dan tantangan sosial-ekonomi lokal menunjukkan pengalokasian dana riset yang tepat dapat mempercepat inovasi yang sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademia menjadi sangat penting untuk memastikan riset yang dihasilkan memiliki dampak yang signifikan dan relevansi yang tinggi.
Meskipun tantangan dalam sektor riset Indonesia cukup besar, terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat perkembangan riset dan inovasi. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kolaborasi antara sektor swasta dan universitas, serta memperbaiki ekosistem yang mendukung komersialisasi hasil riset. Selain itu, investasi dalam riset yang berfokus pada teknologi dan inovasi juga harus didorong, karena sektor ini akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Dengan kebijakan yang tepat dan alokasi dana yang lebih efisien, Indonesia disebut dapat mengatasi hambatan yang ada dan membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang dapat bersaing di kancah global. Pemerintah, industri, dan perguruan tinggi perlu bersama-sama mewujudkan ekosistem riset yang kondusif agar dapat mempercepat pembangunan manusia yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan model pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.