close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Garuda Indonesia tahun lalu menderita rugi bersih US$213,4 juta, setara dengan Rp2,88 triliun. Per kuartal I/2018, GIAA masih rugi US$64,3 juta setara Rp898 miliar. / Antara Foto
icon caption
Garuda Indonesia tahun lalu menderita rugi bersih US$213,4 juta, setara dengan Rp2,88 triliun. Per kuartal I/2018, GIAA masih rugi US$64,3 juta setara Rp898 miliar. / Antara Foto
Bisnis
Sabtu, 28 Juli 2018 03:55

Direksi Garuda tuding rupiah penyebab rugi triliunan

Jebloknya nilai tukar rupiah hingga menyentuh Rp14.500 per dollar Amerika Serikat dituding menjadi penyebab kerugian Garuda Indonesia.
swipe

Jebloknya nilai tukar rupiah hingga menyentuh Rp14.500 per dollar Amerika Serikat dituding menjadi penyebab kerugian Garuda Indonesia menggunung.

Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menyebut beban biaya pembelian bahan bakar pesawat (avtur) yang tinggi dan pelemahan kurs rupiah dapat mempengaruhi kinerja semester I/2018.

Kendati demikian, Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N. Mansury mengaku kinerja perseroan tertolong oleh utilisasi dan sewa pesawat.

"Semester I/2018 trennya membaik dari sisi utilisasi pesawat dan biaya yang membaik dari renegosiasi leasing pesawat," ungkap Pahala di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (27/7).

Maskapai penerbangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersandi saham GIAA tersebut tahun lalu menderita rugi bersih US$213,4 juta, setara dengan Rp2,88 triliun. Per kuartal I/2018, GIAA masih rugi US$64,3 juta setara Rp898 miliar.

Kerugian Garuda Indonesia menyusut 36,5% atau sekitar US$36,9 juta jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$101,2 juta. Saat itu, Pahala menyebut tekanan kinerja lantaran adanya musim liburan atau low seasons.

Kali ini, Pahala menjelaskan beban biaya avtur dari keseluruhan mewakili porsi sebesar 35%-40%, menjadi penyebab kerugian. Manajemen Garuda menyiasatinya dengan melakukan lindung nilai atau hedging dan efisiensi.

"Ini merupakan tantangan dan kita melakukan hedging, dengan menjaga pertimbangan safety. Selain itu, cost efisiensi kita lakukan dari bahan bakar. Jumlah bahan bakar yang digunakan mengalami penurunan," jelas dia.

Sejauh ini, sambungnya, pasokan avtur diperoleh dari PT Pertamina (Persero). Namun, Pahala menyebut, meski sesama BUMN, harga avtur yang diterima Garuda dari Pertamina masih terlalu tinggi dibandingkan dengan negara lain.

Selain itu, pelemahan rupiah yang terus terjadi belakangan ini juga memicu beban kepada perseroan. Perusahaan penerbangan pelat merah itu melakukan perbaikan untuk menekan beban keuangan selama paruh pertama tahun ini sebanyak 30% atau 50% dari kuartal I/2018.

"Peningkatan biaya avtur dan depresiasi rupiah mempengaruhi kinerja, dari sisi operasional masih ada perbaikan. Perbaikan lebih 30% pada bottom line year-on-year (yoy) di semester I. Dan lebih dari 50% dari triwulan I," pungkasnya.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan