Saham PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) terjun ke zona merah pada perdagangan sesi I hari ini, Senin (25/39). Pelaku pasar merespons negatif kasus suap dengan tersangka Direktur Teknologi dan Produksi Krakatau Steel Wisnu Kuncoro (WNU).
Mengutip RTI Infokom, pukul 11.00 WIB saham KRAS turun 14 poin atau 2,89% ke level Rp470 dengan nilai transaksi Rp5,43 miliar dan frekuensi sebanyak 880 kali serta volume 11,61 juta saham. Secara satu pekan, saham KRAS turun 0,84% sedangkan sebulan terkahir sahamnya anjlok mencapai 4,86%.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka kasus suap PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Salah satunya Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro (WNU).
Selain WNU, tersangka lainnya yakni Alexander Muskitta (AMU) diduga penerima suap. Sementara, dua tersangka yakni Kenneth Sutardja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro (KET) alias Yudi sebagai pemberi suap.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan efek negatif terhadap pergerakan harga saham akan bersifat termporer jika penanganan kasus korupsi berjalan dengan efektif. Sebab, investor akan menunggu transparansi perusahaan.
"Pasalnya, ada beberapa poin-poin penting pada fundamental yang menopang kinerja positif saham KRAS tersebut," kata Nafan saat dihubungi Alinea.id, Senin (25/3).
Fundamental yang bisa mengembalikan kepercayaan pasar yakni pertama, proyek pembangunan hot strip mill #2 (HSM #2) yang memiliki kapasitas produksi hot rolled coil atau HRC/baja lembaran panas sebanyak 1,5 juta ton ditargetkan akan selesai pada kuartal III-2019.
Setelah ekspansi pabrik tersebut selesai, maka total kapasitas pabrik HSM akan menjadi 3,9 juta ton. Adapun total kapasitas rolling mill akan menjadi 4,65 juta ton.
Kedua, ketatnya pasokan dan permintaan regional serta keputusan China untuk mengurangi ekspor akan mendukung penetapan harga baja global.
"Kebijakan pemerintah pada 2018 dalam membatasi impor baja yang telah berlaku pada 20 Januari 2019 juga akan memberikan benefit bagi KRAS," katanya.
Adapun KRAS mengharapkan margin yang lebih baik dari harga jual rata-rata yang lebih tinggi dari semua produk baja. Selain itu, melalui program efisiensi yang mencakup proyek-proyek strategis, pengadaan bahan baku, dan energi dengan biaya yang lebih rendah.
Ketiga, pabrik Blast Furnace Complex mulai beroperasi sejak Desember 2018 lalu. Di dalam pabrik tersebut terdapat sinter plant yang memiliki kapasitas 1,7 juta ton per tahun, hot metal treatment plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun, coke oven plant dengan kapasitas 555.000 ton per tahun.
Sebagai penunjang, terdapat raw material handling (stockyard) yang mampu menampung 400 ribu ton per tahun.
"Menurut kami, pendapatan KRAS pada 2018 dan 2019 diproyeksikan meningkat 22,74% yoy dan 35,64% yoy," katanya.