Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk Heriyanto Agung Putra diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia diperiksa dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce Plc untuk Garuda Indonesia.
Heriyanto menyelesaikan pemeriksaan sekitar pukul 11.35 WIB. Pemeriksaan terhadap Heriyanto dilakukan terkait jabatannya saat berada di Garuda Indonesia. Dia merupakan mantan Vice President Business Support (2015) dan Director of Human Capital & Corporate Affairs (2011-2016) PT Garuda Indonesia (Persero).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ucap juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (4/10).
Selain Heriyanto, penyidik KPK juga memanggil mantan Pelaksana harian (Plh) Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Garuda Indonesia (Persero) Muhammad Arif Wibowo. Ini merupakan kali kedua Arif diperiksa KPK setelah sebelumnya dipanggil pada Kamis (3/10).
Ia juga diperiksa sebagai saksi untuk Emirsyah Satar. Satar merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero).
Satar telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Selain itu, penyidik KPK juga menetapkan status yang sama pada bos PT MRA Soetikno Soedardjo, serta Dirketur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero), Hadinoto Soedigno.
Satar diduga kuat telah menerima uang suap dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce, untuk pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 oleh Garuda Indonesia. Suap diberikan melalui Soetikno Soedardjo, yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd.
Adapun uang yang masuk ke kantong Satar sebesar Rp5,79 miliar. Satar juga diduga menerima 680.000 dolar Singapura dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura, serta 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen di Singapura.
Tak hanya ke Satar, Soetikno juga mengalirkan uang ke Hadinoto. Dia diduga telah menerima uang sebesar 2,3 juta dolar Sungapura dan 477.000 Euro. Uang itu diberikan Soetikno dengan mengirimkannya ke rekening Hadinoto yang berada di Singapura.
Satar disangkakan pasal 12 huruf a, atau pasal 12 huruf b, atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia terancam hukuma pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, Satar juga terancam pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a, atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a, atau pasal 5 ayat 1 huruf b, atau pasal 13 Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia terancam sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.