Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, berpendapat, pemerintah bersikap diskriminatif dalam menerapkan larangan ekspor mineral. Akibatnya, beberapa pengusaha tambang merasa diperlakukan tidak adil.
"Terjadi diskriminasi perlakuan antarkomoditas mineral dalam penerapan UU Pertambangan Minerba. Komoditas yang satu diberi relaksasi, sedang yang lain tidak," katanya dalam keterangannya, Rabu (14/6).
Menurutnya, kebijakan diskriminatif ini akan menghambat program hilirisasi minerba. Sebab, pelaku usaha melihat ada celah untuk memengaruhi kebijakan pemerintah yang pilih kasih tersebut.
Dicontohkannya dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sejak awal menganggap pembangunan fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter) tak menguntungkan dan menunda-nunda pendiriannya. Lalu, setelah jatuh tempo, memberi alasan pandemi Covid-19.
"Penyebabnya, karena sejak awal UU ini tidak dikawal dengan baik implementasinya oleh pemerintah," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Mulyanto menilai, tidak ada sinkronisasi antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperian) tentang hilirisasi dan industrialisasi. Misalnya, pengembangan industri hilir bauksit terbengkalai hingga pelarangan ekspor mineral mentah berlaku per 10 Juni 2023.
Ia juga prihatin dengan terjadinya gap antara norma undang-undang dengan implementasinya di lapangan. Akibatnya, memperkuat pemeo "UU memang dibuat untuk dilanggar".
"Jadi, ini soal pengawalan dan pengawasan pemerintah di lapangan. Ini soal sanksi dan penerapan yang kurang tegas dari pemerintah sebagai pelaksana undang-undang," ucapnya.