Menteri BUMN, Erick Thohir, diminta tak mematok target dividen bombastis kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Pangkalnya, sekalipun membukukan laba bersih sebesar Rp14,4 triliun pada tahun lalu, margin laba bersihnya sekitar 3,3% atau jauh di bawah rerata industri listrik 2022 sebesar 7%-10%.
"Erick jangan terlalu tebar pesona soal besaran deviden BUMN ini. Kita harus menyampaikan data keuntungan BUMN, termasuk PLN tersebut, secara lebih proporsional dan real," ujar anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, dalam keterangannya, Selasa (9/5).
Erick Thohir menargetkan total dividen yang dikontribusikan BUMN pada tahun ini sebesar Rp80,2 triliun. Adapun target yang dipatok untuk PLN mencapai Rp2,18 triliun.
Mulyanto mengingatkan, naiknya laba bersih PLN pada 2022 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp13,17 triliun karena negara membayar dana subsidi dan kompensasi listrik 2022 senilai Rp122 triliun. "Bila pemerintah menunggak pembayaran, maka laba PLN tentu akan menjadi negatif."
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, beban utang PLN masih tinggi, sekitar Rp500 triliun dengan bunga per 2022 mencapai Rp17 triliun. Ini mengurangi kemampuan perusahaan setrum negara untuk berinvestasi.
"Di tahun 2022, pemerintah menyuntikkan dana PMN (penyertaan moodal negara) untuk PLN sebesar Rp5 triliun, yang digunakan untuk menyediakan listrik di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Tahun sebelumnya, dana penyertaan modal negara ini mencapai Rp10 triliun," tuturnya.
"Di sisi lain, surplus listrik di Jawa-Sumatra makin menekan keuangan PLN karena mereka harus membayar listrik yang tidak terpakai akibat skema TOP (take or pay) dalam perjanjian jual-beli listrik swasta," sambungnya.
Mulyanto melanjutkan, pemerintah bakal mengurangi penggunaan dan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada era energi baru terbarukan (EBT). Ini menjadi tantangan bagi PLN lantaran sekitar 70% dari total produksi listrik dihasilkan PLTU, tetapi biaya pokok produksinya lebih murah daripada EBT.
"Dengan melihat gambaran makro kondisi PLN tersebut, kita paham bahwa bisnis PLN ini masih tertekan dan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah," katanya.
Angka target dividen PLN yang sebesar Rp2,18 triliun sebenarnya hanya pemanis saja dari kantong kiri ke kantong kanan pemerintah. Jadi, Menteri BUMN jangan terlalu tebar pesona soal ini," ucapnya.