Badan Anggaran DPR menyepakati untuk asumsi makro pada RAPBN 2019 yang diusulkan oleh pemerintah, khususnya kurs Rp15.000 per dollar Amerika Serikat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang ditetapkan menjadi Rp15.000 dari sebelumnya Rp14.400, masih mencerminkan angka yang masuk ke dalam perhitungannya.
"Kami menganggap Rp15.000 per dollar AS masih mencerminkan angka yang reasonable antara pasar spot dengan relative exchange spot rill dari rupiah," jelas Sri Mulyani, Selasa (16/10).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, pergerakan mata uang terhadap mata uang yang lain, sampai dengan 12 Oktober 2018, rupiah telah terdepresiasi 12,5%.
Sri Mulyani mengklaim, nilai tukar rupiah di Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara emerging market lainnya, seperti Argentina, Brasil, bahkan Saudi Arabia.
Kendati demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara G-20 seperti Korea dan Jepang, jelas mereka lebih positif.
"Karena orang mencari safe haven di luar dollar AS," ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, yang menjadi faktor positif terhadap kurs rupiah adalah harga komoditas ekspor Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal itu bisa mendukung peningkatan trade balance Indonesia, serta real efektif exchange rate yang masih positif.
"Sehingga masih memiliki potensi upside menguat dan transaksi berjalan Indonesia, yang terus diupayakan oleh pemerintah akan mengalami defisit," ujarnya.
Menurut menteri yang dinobatkan sebagai menteri keuangan terbaik se-Asia Pasifik ini, perubahan nilai tukar juga akan berdampak terhadap inflasi.
Hanya saja, proyeksi inflasi tersebut masih sesuai dengan target yang ditetapkan, yakni 3,5% plus minus 1%.
"Menurut perhitungan model di 0,03 ceteris paribus (setara) setiap depresiasi 1% dari nilai tukar rupiah. Maka outlook-nya masih ada untuk tahun 2019 baseline-nya akan menjadi 3,49%. Ini masih di dalam range yang kita sampaikan selama ini," papar Menkeu.
Pemerintah juga berjanji akan terus menjaga agar komponen volatile food dan administered price akan tetap memiliki kontribusi yang baik, atau stabil terhadap inflasi Indonesia.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan berada pada kisaran 5,12% untuk tahun 2019. Namun, dengan tetap mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.
"Hal itu disebabkan oleh PMTB (pemebentukan modal tetap bruto/investasi) yang lebih lemah, dari 6,95% menjadi 6,91%. Juga ekspor yang sedikit meningkat, tapi tidak dramatis pada pertumbuhan 6,73%," jelasnya.
Oleh karena pengaruh terhadap inflasi masih terbatas, sambungnya, maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa dipertahankan 5,13%.
Rapat Banggar hari ini, Selasa (16/10) merupakan rapat lanjutan dari sebelumnya yang sempat alot membahas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kendati demikian, akhirnya Anggota Banggar menyepakati usulan pemerintah terhadap si asummakro RAPBN 2019 secara keseluruhan.
"Kita sudah setujui asumsi dasar ekonomi makro 2019 sudah selesai," ujar Pimpinan Rapat Banggar, Said Abdullah di Ruang Banggar, Selasa (16/10).
Pembahasan lebih detail mengenai postur anggaran RAPBN 2019, masih akan dilanjutkan pada Rabu (17/10). Juga, keputusan ini masih harus dibawa melalui rapat Panja di Komisi XI dan setelah itu baru dibawa ke Sidang Paripurna DPR.
Adapun Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2019 yang disetujui oleh anggota Banggar DPR, sebagai berikut:
- Pertumbuhan ekonomi: 5,3%
- Inflasi: 3,5%
- Tingkat bunga SPN 3 bulan: 5,3%
- Nilai tukar terhadap dollar: Rp15.000
- Harga minyak mentah Indonesia: US$70 per barel
- Lifting minyak: 775.000 per hari
- Lifting gas: 1,250 juta per barel/setara minyak per hari
- Cost recovery US$10,22 miliar