Dosen ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto memaparkan, kalangan atas dengan tabungan di atas Rp5 miliar menguasai sebanyak 47,5% total tabungan di perbankan dengan nilai tabungan mencapai Rp2.951 triliun. Padahal, secara porsi tabungan kelas atas tersebut hanya mengisi 0,03% dari total tabungan.
Sementara tabungan kelas menengah bawah dengan porsi 98,2% dari total tabungan yang nilainya Rp100 juta ke bawah, hanya menguasai 13,9% dari total nilai tabungan di perbankan dengan jumlah sebesar Rp866 triliun.
"Dengan 0,03% dari rekening yang nilainya di atas Rp5 miliar itu menguasai 47,5% dari total tabungan. Artinya hanya segelintir orang yang memiliki tunai," kata Teguh Dartanto dalam webinar Indef, Kamis (25/3).
Dengan proporsi tabungan yang demikian, kata dia, potensi kalangan atas untuk mengakumulasi kekayaannya di tengah situasi pandemi Covid-19 ini semakin besar, dan jurang ketimpangan akan semakin lebar.
Pasalnya, di tengah situasi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, masyarakat yang memiliki tabungan lebih banyak akan lebih merasa aman.
Sedangkan kelas menengah bawah menghadapi situasi yang tak menentu, lebih lagi dihantui dengan pengurangan karyawan atau pemutusan hubungan kerja. Dan di situasi seperti ini, menurutnya, rawan dimanfaatkan oleh kelas atas.
"Kalau cash as a king bisa jadi orang-orang yang punya cash bisa melakukan akumulasi dari kekayaannya. Misalnya ada orang butuh dana cepat dia bisa beli (asetnya)," ujar Teguh.
Oleh sebab itu, dia menengarai bahwa sejumlah insentif perpajakan yang digelontorkan oleh pemerintah hanya akan dinikmati oleh kalangan menengah atas tersebut.
"Sehingga kebijakan yang misalnya pembebasan pajak macam-macam pasti akan sangat dinikmati kelompok yang punya duit. Ketimpangannya akan semakin panjang," ucapnya.
Tak hanya itu, Teguh pun mengungkap potensi ketimpangan di sektor pertanian. Hal itu bisa dilihat dari penguasaan lahan pertanian. Petani kaya yang jumlahnya hanya 6% menguasai lahan pertanian sebesar 38,5%. Sementara, 56% petani gurem hanya menguasai 12% total pertanian.
"Ini yang saya sebut ketimpangan aset ini akan semakin panjang," kata dia.