Perekonomian global tengah menghadapi tantangan besar dengan berbagai dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi negara-negara maju. Namun, Indonesia tetap menunjukkan ketahanan dan prospek pertumbuhan yang menjanjikan.
Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jazilul Fawaid, menyoroti kebijakan ekonomi global yang dipengaruhi oleh terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Beberapa kebijakan seperti tarif tinggi bagi negara yang tergabung dalam organisasi blok ekonomi Brazil, Rusia, India, China, and South Africa (BRICS) serta pembatasan akses pasar AS bagi negara yang tidak menggunakan dolar AS berpotensi memberikan dampak negatif bagi banyak negara.
Meski demikian, Indonesia tetap memiliki peluang besar untuk bertahan dan bahkan tumbuh lebih kuat. Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, terbuka potensi kerja sama ekonomi baru dengan negara-negara berkembang lainnya.
“Di samping itu, kawasan ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), termasuk Indonesia, telah menjadi motor pertumbuhan ekonomi global dengan rata-rata pertumbuhan 5% year on year (yoy), menjadikannya sebagai salah satu wilayah dengan ketahanan ekonomi terbaik di dunia,” katanya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan para pakar ekonomi, di kompleks DPR, Rabu (26/2).
Melindungi daya beli masyarakat
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, juga menegaskan Indonesia memiliki performa yang relatif baik dibandingkan negara berkembang lainnya.
“Pertumbuhannya (ekonomi) cukup dan kita berharap bisa lebih tinggi dari 5%. Di tengah ketidakpastian global, kita masih berada di atas banyak negara berkembang lainnya,” ujarnya daam kesempatan serupa.
Dari sisi kebijakan moneter, Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Kiki Verico mengatakan Indonesia tak luput dari dampak kebijakan global yang menerapkan suku bunga tinggi. Namun, dapat mengelolanya dengan strategi yang tepat.
Terakhir, bank sentral RI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 5,75% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 18-19 Februari 2025.
Di sisi lain, menurutnya, perlunya menyelamatkan pekerja sektor formal dengan gaji tetap. Sebab, kelompok ini memiliki daya beli yang berkontribusi besar terhadap perputaran ekonomi melalui konsumsi barang tahan lama seperti tekstil dan produk turunannya.
“Jika sektor ini dapat dilindungi, Indonesia bisa mengurangi dampak penurunan daya beli. Lapangan pekerjaan formal yang stabil akan menjaga perputaran ekonomi, menghidupkan bank, membayar pajak, dan meningkatkan penerimaan negara,” ucapnya.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat tantangan global yang harus diantisipasi, fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat. Dengan pengelolaan kebijakan yang tepat, peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tetap terbuka lebar. Indonesia memiliki daya saing, ketahanan, dan potensi besar untuk terus berkembang di tengah dinamika ekonomi dunia.