Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta, agar pemerintah menghentikan wacana penarikan gas melon LPG 3 kilogram bersubsidi, untuk digantikan dengan kompor induksi. Menurut Mulyanto, isu ini dapat membuat masyarakat makin resah setelah menanggung beban berat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk tidak banyak melontarkan wacana yang membuat masyarakat bertanya-tanya dan bingung di tengah melonjaknya harga pangan dan energi yang mendera.
"Pandemi Covid-19 yang menghantam sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat baru saja melandai. Keberadaan isu ini justru akan membuat mereka pulih lebih lambat dan bangkit semakin berat," ujar Mulyanto kepada wartawan, Kamis (22/9).
Mulyanto menjelaskan, selama ini di Komisi VII DPR, pembahasan soal kompor listrik bersama mitra terkait baru sebatas rencana uji coba. PLN rencananya membagikan 300.000 kompor induksi ke masyarakat dalam rangka menyerap surplus listrik yang diderita perusahaan pelat merah tersebut.
"Karena kelebihan stroom itu harus dibayar PLN, baik dipakai atau tidak oleh mereka. Kondisi ini tentu menekan kinerja keuangan PLN," katanya.
Mulyanto menambahkan, sesuai tujuannya uji coba kompor induksi ini bersifat sukarela bagi masyarakat yang berminat untuk berpartisipasi. Tidak ada paksaan dan tidak ada penghentian subsidi gas melon LPG 3 kilogram. PLN menjamin, bahwa penggunaan kompor induksi tersebut akan lebih murah atau paling tidak sama dibandingkan dengan biaya penggunaan energi sebelumnya.
"Jadi tidak ada rencana penarikan gas melon LPG 3 kilogram dari masyarakat oleh PLN," tandasnya.
Mulyanto menganjurkan sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi program penggunaan kompor listrik ini lebih baik lagi. Tujuannya agar masyarakat terdorong secara sukarela menggunakan kompor listrik
Mulyanto merasa sosialisasi pemerintah terkait program ini masih kurang. Akibatnya banyak isu tidak benar yang beredar di masyarakat. Salah satunya isu tentang program pengadaan kompor listrik ini bertujuan menghapus gas melon 3 kg.
"Berkembangnya isu seperti ini tentu membuat masyarakat resah. Karena tidak semua masyarakat siap beralih menggunakan kompor gas ke kompor listrik. Masyarakat masih berpikir penggunaan kompor listrik lebih mahal daripada kompor gas," kata Mulyanto.
Untuk diketahui, kompor induksi ini rencananya terdiri dari dua tungku. Masing-masing tungku membutuhkan daya 800 Watt. Jadi untuk satu kompor induksi memerlukan daya sebesar 1600 Watt. Karenanya daya listrik pelanggan sasaran program ini akan dinaikkan dari 450 VA atau 900 VA menjadi 2200 VA.
Sebagaimana presentasi Dirut PLN di hadapan Komisi VII DPR, disampaikan bahwa tarif listrik untuk kompor induksi ini tetap disubsidi. Penambahan daya dari 450 VA atau 990 VA ke 2200 VA, termasuk kompor induksinya diberikan secara gratis.
Sementara, anggota Komisi VII DPR lainnya, Mulan Jameela menilai program tersebut menyelesaikan masalah, malah justru memindahkan masalah. Menurut dia, konversi LPG 3 kg ke listrik jadi persoalan serius para ibu.
"Berhubung saya ibu-ibu yang mengurus kompor di dapur, jadi mengerti betul kompor apa yang dibutuhkan," ujarnya, Kamis.
Mulan mengingatkan bahwa Komisi VII DPR sebenarnya sudah membahas ihwal program kompor listrik ini dengan Kementerian ESDM. Dan rapat ketika itu menyepakati bahwa program tersebut perlu dikaji ulang. Kini, program distribusi kompor listrik mulai digulirkan dan harganya mencapai Rp1,5 juta per unit.
"Menurut saya konversi dari kompor gas ke kompor induksi ini seperti menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Konversi gas 3 kg ke induksi jadi persoalan ibu-ibu. Kami tahu Kemenperin hanya menjalankan mandat yang ditugaskan. Ini urusan PLN. Saya melihat ini terlalu terburu-buru," kata dia.