Indonesia berpotensi menaikkan nilai ekspor pada tahun ini ditopang oleh sejumlah sektor yang moncer. Pada Desember 2024, nilai ekspor Indonesia mencapai US$23,46 miliar atau naik sebesar 4,78% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan dengan Desember 2023, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Ekonom senior Masyita Crystallin mengatakan beberapa sektor berpeluang meningkatkan ekspor. Di sektor agrikultur, Indonesia bisa mengerek ekspor durian yang selama ini masih kalah dari impor Malaysia.
BPS mencatat ekspor durian Indonesia pada Desember 2024 mencapai 87,2 ton dengan nilai US$52,6 ribu atau sekitar Rp858,86 juta dengan negara tujuan utama adalah Malaysia dan Hong Kong.
Adapun sepanjang tahun 2024, total ekspor durian mencapai 600 ton senilai US$1,8 juta atau sekitar Rp29,39 miliar, dengan Thailand dan Hong Kong sebagai pasar utama. Pada periode yang sama, Indonesia dibanjiri impor durian mencapai 459,3 ton yang secara nilai lebih besar ketimbang ekspor atau mencapai US$3,6 juta. Jika dirupiahkan, nilainya mencapai Rp58,78 miliar, sebagian besar berasal dari Malaysia.
Vietnam menjadi negara yang sukses mencatat ekspor durian senilai US$3,3 miliar pada 2024. Negeri Naga Biru itu menguasai hampir 50% pasar global berkat permintaan besar dari China, yang menganggap durian sebagai buah mewah.
“Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi durian, serta memperbaiki logistik ekspor,” tambah Masyita, belum lama ini.
Sektor lain yang berpeluang meningkatkan ekspor adalah komoditas logam mulia seperti emas dan perak. Keduanya tetap menunjukkan tren kenaikan harga yang konsisten di penghujung 2024.
Masyita mencatat, harga komoditas global menunjukkan fluktuasi selama Desember 2024. Gas alam mengalami kenaikan signifikan, sementara batubara dan minyak mentah relatif stabil. Di sektor agrikultur, harga minyak kelapa sawit, kopi, dan cokelat melonjak akibat tingginya permintaan akhir tahun.
“Stabilitas dan kenaikan pada komoditas strategis seperti logam mulia memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor di sektor ini,” ujar Masyita.
Sementara untuk sektor tambang, menurutnya, masih menjadi tantangan seiring terjadinya kontraksi pada hingga 23,3% dan fluktuasi harga komoditas global.
“Pemerintah perlu mendorong hilirisasi industri tambang untuk meningkatkan nilai tambah ekspor serta memperkuat sektor pertanian dan manufaktur,” imbuh Masyita.
Dia optimistis Indonesia bisa meningkatkan daya saing komoditas unggulan dan memperbaiki infrastruktur logistik guna memperkuat posisi di pasar global pada 2025.
Pemulihan ekonomi
Sepanjang tahun atau dari Januari hingga Desember 2024, BPS mengungkapkan nilai impor Indonesia telah mencapai US$233,66 miliar, naik 5,31% yoy.
“Peningkatan ini terjadi baik pada impor migas maupun impor nonmigas,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, Rabu (15/1).
Pada periode tersebut, nilai impor seluruh golongan penggunaan barang mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Golongan bahan baku atau penolong meningkat US$8,5 miliar (5,29%), diikuti barang modal US$2,09 miliar (5,34%) dan barang konsumsi US$1,16 miliar (5,37%).
Menurut Masyita, tingginya impor barang modal mengindikasikan industri domestik mulai melakukan ekspansi.
“Kenaikan impor barang modal menunjukkan industri domestik mulai mempersiapkan diri untuk meningkatkan kapasitas produksi di tengah pemulihan ekonomi global,” kata Masyita.
Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan sebesar US$31,04 miliar sepanjang tahun lalu. Realisasi tersebut melanjutkan tren surplus neraca dagang Indonesia selama lima tahun beruntun.
Meski demikian, surplus turun dibandingkan periode 2023 yang mencapai US$36,89 miliar. Turunnya surplus neraca perdagangan karena neraca perdagangan minyak dan gas (migas) dan nonmigas yang juga turun dari 2023.