PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dengan lembaga kredit asal Australia, Export Finance Australia (EFA), terkait pembiayaan hijau. Kemitraan ini diklaim mempercepat program transisi energi di Tanah Air, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) 29% pada 2030 dan mencapai net zero emission (NZE) 2060.
"Kesepakatan ini sangat penting mendukung peningkatan infrastruktur energi terbarukan, efisiensi energi, dan pengembangan teknologi hijau di Indonesia guna mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat," kata Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam keterangannya, Jumat (8/9).
Menurutnya, PLN dan EFA memiliki kesamaan komitmen dalam menyediakan energi bersih dan ramah lingkungan. Harapannya, dapat mengurangi emisi GRK sehingga kelestarian lingkungan terjaga.
"Kita telah sepakat untuk menjalin kerja sama yang erat dalam mempercepat transisi energi di Indonesia," ucapnya.
CEO EFA, John Hopkins, sesumbar, kerja sama dengan PLN bakal membawa manfaat besar dalam mereduksi emisi karbon beredar bagi global. Selain itu, memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Australia.
"Penandatanganan MoU ini menjadi langkah konkret dalam mendukung langkah transisi energi Indonesia. Hal ini juga menjadi tonggak penting dalam kerja sama bilateral antara Indonesia dan Australia untuk sektor energi yang berkelanjutan," tuturnya.
Hopkins melanjutkan, kerja sama PLN-EFA menindaklanjuti kesepakatan Perdana Menteri Australia, Anthony Norman Albanese, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada pertemuan para pemimpin tahunan, Juli 2023.
"Kami berharap dapat terus bekerja sama dalam paket pembiayaan untuk mendukung peningkatan operasional dalam pengurangan emisi dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan mendukung tercapainya NZE Indonesia pada tahun 2060," ujarnya.
Dalam kerja sama ini, EFA memberikan dana talangan US$200 juta untuk pembiayaan berbagai program transisi energi PLN. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan di sela-sela ASEAN Indo-Pasifik Forum, Selasa (5/9).