Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan China berencana memindahkan basis produksinya ke Indonesia demi menghindari tarif tinggi yang dikenakan AS.
“Beberapa industri tekstil dan alas kaki global sedang mempertimbangkan pemindahan pabrik dari China ke Indonesia,” kata Airlangga dalam keterangan resmi, Kamis (24/1).
Airlangga mengungkapkan, rencananya ada investor China yang menanamkan modalnya sebesar Rp10 triliun di sektor industri tekstil tahun ini. Investasi ini mengarah kepada pengembangan sektor menengah atau midstream, seperti bidang pemintalan, penenunan, pencelupan, dan pencetakan.
Hal tersebut, kata Airlangga, menunjukkan bahwa Indonesia dinilai menjadi salah satu negara tujuan utama bagi investor China. Selama ini, Indonesia memang menjadi negara tujuan para investor China untuk menanamkan modalnya. Salah satunya, investor yang membangun kawasan industri di Sulawesi Tengah.
“Dalam lima tahun terakhir, investasi yang ditanam di sana sebesar US$5 miliar, serta ekspor yang dihasilkan mencapai US$4 miliar,” kata dia.
Ekspor AS
Di sisi lain, kata Airlangga, perang dagang AS-China juga membawa dampak bagi pelaku industri di Indonesia untuk memacu utilitas atau kapasitas produksinya dalam upaya mengisi pasar ekspor ke dua negara tersebut.
“Kita telah ekspor baja ke AS, sehingga harapannya bisa memasukkan lebih banyak lagi produk itu,” tuturnya.
Kemenperin mencatat pada Januari-November 2018, ekspor besi dan baja RI ke AS melonjak hingga 87,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Total ekspor RI ke AS tercatat tumbuh 3% pada periode yang sama. Airlangga mengemukakan, kerja sama ekonomi RI-AS selama ini bersifat komplementer guna saling memenuhi kebutuhan pasar dan sektor manufaktur masing-masing negara. Bahkan, dengan adanya era ekonomi digital baru dari AS, juga ikut membuka peluang pengembangan di Indonesia.
“Misalnya, kami sudah mendapat investasi berupa Apple Developer Academy. Pemerintah juga menjajaki peluang pembangunan data center di Indonesia,” ungkapnya.
Efek global
Sementara itu, Airlangga menjelaskan meskipun mendatangkan keuntungan, perang dagang menurunkan kinerja perekonomian global. “Norma baru dengan pertumbuhan yang rendah merupakan kondisi yang tidak ideal bagi semua,” katanya.
Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang berkisar 3% hingga 3,6%, tidak membawa dampak baik pula bagi kondisi di Indonesia. Hal ini, kata Airlangga, juga terjadi di ASEAN. “Melihat perspektif global economy going forward, pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasti lebih baik bagi semuanya,” ujarnya.
Dalam kondisi demikian, kata Airlangga, bank sentral harus mengantisipasi dan berhati-hati dalam menaikkan suku bunga. Menurut dia, hal yang penting bagi sektor industri adalah likuiditas dan suku bunga kredit.
“Suku bunga satu digit saat ini, kondisi sudah cukup baik dan bisa lebih efektif bagi sektor manufaktur kalau diturunkan lagi,” ujarnya.