close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kapal selam TNI AL, KRI Nanggala-402. Twitter/@AsiaMTI
icon caption
Kapal selam TNI AL, KRI Nanggala-402. Twitter/@AsiaMTI
Bisnis
Selasa, 27 April 2021 05:35

Ekonom dorong percepatan BUMN pertahanan

Usul ini disampaikan untuk mencegah terulangnya insiden tenggelamnya KRI Nanggala-402.
swipe

Ekonom Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menilai, tenggelamnya KRI Nanggala-402 perlu diikuti evaluasi menyeluruh terhadap sistem penganggaran alat utama sistem senjata (alutsista) nasional, termasuk ketersediaan investasi dan ketimpangan anggaran antarmatra.

“Anggaran alutsista saat ini mengalami ketimpangan antarmatra. Tercatat bahwa pada APBN 2020, TNI AD dengan alokasi alutsista sebesar Rp4,5 miliar, Sementara TNI AL alokasi alutsista Rp4,1 miliar dan TNI AU alokasi alutsista Rp2,1 miliar," ujarnya.

"Alokasi peremajaan alutsista dibandingkan komponen lain-lain juga terbilang kecil. Total alokasi alutsista sebesar Rp10,7 miliar deal-nya masing-masing matra memiliki anggaran peremajaan alutsista sekitar Rp45 miliar-Rp50 miliar per tahun atau total Rp135 miliar-Rp150 miliar," sambung dia.

Karenanya, Hidayat mendorong aktivasi badan usaha milik negara (BUMND) bidang pertahanan karena peremajaan alutsista nasional tergolong mahal. Sayangnya, implementasinya masih lamban hingga kini.

"Holding BUMN pertahanan tersebut masih dalam bentuk blueprint yang belum dilaksanakan. Kelambanan tersebut karena rendahnya kemampuan BUMN pertahanan dalam menarik investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri," jelasnya. "Padahal bila holding BUMN pertahanan bisa diimplementasikan cepat, peremajaan alutsista Indonesia akan lebih murah dan lebih cepat sehingga sistem pertahanan mandiri dan kuat dapat terwujud."

Menurutnya, percepatan holding BUMN pertahanan perlu segera dilakukan dan melibatkan para profesional dari berbagai latar belakang. "Saat ini, pembentukan BUMN pertahanan tersebut hanya didominasi para veteran tentara dan mafia pertahanan yang rawan dengan konflik kepentingan." 

Selain kelembagaan, tambah Hidayat, masalah keuangan perlu juga dicarikan solusinya. Misalnya, menggandeng investor dalam dan luar negeri.

"(Investasi) tidak perlu langsung ke BUMN pertahanan. Namun, melalui lembaga keuangan khusus seperti Lembaga Pengelola Investasi (LPI)," katanya.

Agar investor tertarik, dirinya menyarankan adanya relaksasi bagi holding BUMN pertahanan dan masuk prioritas pembiayaan oleh Indonesia Investment Authority (INA). "Daripada prioritas untuk infrastruktur ibu kota baru," tutup Hidayat.

img
Nafis Arsaputra
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan