Ekonomi Indonesia di 2021 masih diliputi ketidakpastian
Ekonomi Indonesia tahun 2021 masih diliputi ketidakpastian. Target pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5% hingga 5,5% seperti yang tertuang dalam asumsi makro Rancangan Anggaran, Penerimaan, dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 bisa saja meleset.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan itu menghitung pandemi Covid-19 mulai mereda dan tak terjadi pukulan kedua Covid-19.
"Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada rentang tersebut diasumsikan akan ditopang oleh konsumsi masyarakat, investasi, dan perdagangan internasional yang berangsur pulih, setelah pukulan terberat akibat Covid-19 mulai reda," tutur Sri Mulyani dalam pidato tanggapan pemerintah atas kerangka makro APBN 2021, Jakarta, Kamis (18/6).
Sri melanjutkan, saat ini berbagai lembaga internasional telah merevisi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 secara sangat tajam. Hal ini menggambarkan proses pemburukan ekonomi dunia tahun 2020 berjalan sangat cepat dan sangat dahsyat.
"OECD merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 sangat dalam. Dari semula diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tingkat 2,4% positif, menjadi kontraksi -6,6% hingga -7,6%," ujarnya.
Begitu pula Bank Dunia yang merevisi pertumbuhan ekonomi dari positif 2,5% menjadi -5,2%, sedangkan Dana Moneter Internasioal atau IMF merevisi dari 3,3% menjadi -3%. Sri menyebut lembaga-lembaga tersebut bakal kembali merevisi prediksi angka pertumbuhan ekonomi dunia bulan Juli mendatang.
Adapun pemerintah Indonesia, kata Sri, terus bekerja keras untuk menahan dampak negatif Covid-19 ke masyarakat dan perekonomian.
Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3% pada 2021 karena bertambahnya belanja tidak wajib rumah tangga, membaiknya iklim investasi, dan mulai pulihnya perekonomian dunia. Tahun ini, perekonomian Indonesia diperkirakan akan berkontraksi 1,0%.
Ekonomi Indonesia tahun 2021 masih diliputi ketidakpastian. Target pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5% hingga 5,5% seperti yang tertuang dalam asumsi makro Rancangan Anggaran, Penerimaan, dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 bisa saja meleset.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan itu menghitung pandemi Covid-19 mulai mereda dan tak terjadi pukulan kedua Covid-19.
"Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada rentang tersebut diasumsikan akan ditopang oleh konsumsi masyarakat, investasi, dan perdagangan internasional yang berangsur pulih, setelah pukulan terberat akibat Covid-19 mulai reda," tutur Sri Mulyani dalam pidato tanggapan pemerintah atas kerangka makro APBN 2021, Jakarta, Kamis (18/6).
Sri melanjutkan, saat ini berbagai lembaga internasional telah merevisi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 secara sangat tajam. Hal ini menggambarkan proses pemburukan ekonomi dunia tahun 2020 berjalan sangat cepat dan sangat dahsyat.
"OECD merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 sangat dalam. Dari semula diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tingkat 2,4% positif, menjadi kontraksi -6,6% hingga -7,6%," ujarnya.
Begitu pula Bank Dunia yang merevisi pertumbuhan ekonomi dari positif 2,5% menjadi -5,2%, sedangkan Dana Moneter Internasioal atau IMF merevisi dari 3,3% menjadi -3%. Sri menyebut lembaga-lembaga tersebut bakal kembali merevisi prediksi angka pertumbuhan ekonomi dunia bulan Juli mendatang.
Adapun pemerintah Indonesia, kata Sri, terus bekerja keras untuk menahan dampak negatif Covid-19 ke masyarakat dan perekonomian.
Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3% pada 2021 karena bertambahnya belanja tidak wajib rumah tangga, membaiknya iklim investasi, dan mulai pulihnya perekonomian dunia. Tahun ini, perekonomian Indonesia diperkirakan akan berkontraksi 1,0%.
“Pandemi Covid-19 telah menimbulkan gangguan ekonomi signifikan di dunia dan di Indonesia, dengan dampak berat terhadap lapangan kerja dan penghidupan, terutama bagi kelompok masyarakat yang paling rentan,” kata Winfried Wicklein, Direktur ADB untuk Indonesia dalam siaran resminya.
Menurut Wicklein, pelaksanaan langkah-langkah kebijakan yang tepat waktu, seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam program pemulihan ekonominya, akan bermanfaat untuk membantu Indonesia kembali membaik sekaligus melindungi kesejahteraan rumah tangga.
Fokus turunkan kemiskinan
Tahun 2021, pemerintah akan fokus untuk mengembalikan momentum penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Menurut Sri, pandemi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir telah memutarbalikkan tren penurunan angka kemiskinan dan pengangguran selama lima tahun terakhir.
"Dibutuhkan dukungan DPR untuk dapat menyusun dan melaksanakan strategi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, adil, dan merata sangat penting," kata Sri.
Sri melanjutkan, pemerintah saat ini memerlukan dukungan semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan, untuk memulihkan proses normalisasi aktivitas sosial ekonomi. Proses ini akan terus berlangsung dan dijaga hingga tahun 2021, sampai dunia berhasil menemukan obat atau vaksin Covid-19.
Selain itu, Sri mengatakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan tahun 2020, sebagian masih akan dipertahankan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah dan BI akan menjaga inflasi pada tingkat yang terkendali untuk memulihkan daya beli masyarakat," tuturnya.
Pemerintah juga akan meneruskan dan memperkuat program bantuan sosial yang komprehensif. Hal ini untuk mendorong pemerataan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.