Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021masih mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 0,74% (yoy), dan terkontraksi sebesar 0,96% secara kuartalan.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto memaparkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 itu, didasarkan pada besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp3.969,1 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.683,1 triliun.
"Dengan begitu, maka perekonomian Indonesia pada kuartal I-2021 masih mengalami kontraksi sebesar 0,74% (yoy), dan secara kuartalan turun 0,96% (qtq)," kata Suhariyanto dalam keterangan pers virtual, Rabu (5/5).
Namun demikian, kata dia, terjadi perbaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama ini, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal ini pun, mendukung optimisme tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional.
Adapun, pada kuartal II-2020 Indonesia mulai masuk ke jurang resesi dengan kontraksi sebesar 5,32% (yoy), lalu membaik di kuartal III-2020 dengan kontraksi 3,49% (yoy), dan pada kuartal IV-2020 kembali membaik dengan kontraksi 2,19% (yoy).
"Hal ini menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi akan semakin nyata, dan berharap ke depan pemulihan ekonomi terjadi di 2021 betul-betul bisa terwujud," ujarnya.
Dia pun menjelaskan, dari sisi produksi yang mengalami kontraksi paling besar adalah lapangan usaha transportasi dan pergudangan dengan kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,12%.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 4,53%.
Adapun struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada kuartal I-2021 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,70%, dengan kinerja ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,83% (yoy).
Kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 8,97% (yoy) dengan peranan sebesar 2,44%.