close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kondisi ekonomi nasional yang masih lesu menyebabkan daya beli dan konsumsi masyarakat menurun. Real Estate Indonesia (REI) menyatakan penjualan properti hingga kuartal III-2019 baru mencapai 60% dari pasokan yang ditawarkan. Alinea.id/Nanda Aria
icon caption
Kondisi ekonomi nasional yang masih lesu menyebabkan daya beli dan konsumsi masyarakat menurun. Real Estate Indonesia (REI) menyatakan penjualan properti hingga kuartal III-2019 baru mencapai 60% dari pasokan yang ditawarkan. Alinea.id/Nanda Aria
Bisnis
Rabu, 27 November 2019 21:25

Ekonomi lesu, penjualan properti hanya tembus 60%

Penjualan properti stagnan sejak dua tahun ke belakang.
swipe

Kondisi ekonomi nasional yang masih lesu menyebabkan daya beli dan konsumsi masyarakat menurun. Real Estate Indonesia (REI) menyatakan penjualan properti hingga kuartal III-2019 baru mencapai 60% dari pasokan yang ditawarkan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Soelaeman Soemawinata atau Eman menyebutkan angka ini stagnan dalam kurun waktu dua tahun terakhir, setelah mengalami titik tertinggi pada tahun 2014 silam.

"Sebenarnya titik puncak properti itu ada di tahun 2014. Kemudian menurun sampai 2017 kemarin sell properti rata-rata turun hingga menjadi 60%. Nah, antara 2018-2019 stuck (stagnan)," katanya usai Musyawarah Nasional ke-16 REI di kawasan Jakarta, Rabu (27/11).

Namun demikian, dia melihat indikasi perbaikan kinerja pasar properti dari kuartal ke kuartal. Meski sempat tumbuh minus di kuartal II-2019 sebesar 15%, pada kuartal III-2019 mampu tumbuh positif sebesar 16%.

Untuk itu, Eman memprediksi, pada kuartal IV-2019 sektor properti akan tetap tumbuh stabil di kisaran 16%.

"Di kuartal empat ini kan memang hampir sama ya. Kemarin kita catat kan di awal kemarin pertumbuhannya minus 15%. Tapi sekarang kan malah plus 16%. Jadi artinya kira-kira rata lah dari tahun kemarin dan tahun sekarang," ujarnya.

Sinyal positif tersebut, ujar Eman, meningkat sejak berakhirnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 pada April lalu. Para investor mulai melirik properti dan pengembang juga melanjutkan proyek yang digarapnya.

"Banyak developer yang sudah mengambil banyak inisiatif untuk bagaimana bisa memulai sebuah pekerjaan proyek agar properti bertumbuh kembali," ucapnya.

Regulasi penghambat

Di sisi lain, Eman berharap ke depa,n persoalan regulasi tidak lagi menjadi kendala dalam bisnis properti setelah dikeluarkannya undang-undang omnibus law cipta lapangan kerja. 

Sebab, katanya persoalan regulasi tersebut juga menjadi salah satu kendala dari pertumbuhan industri properti di tanah air, selain kondisi perekonomian global yang terus menekan. 

"Karena banyak di perizinan yang sekarang ini yang menghabiskan waktu. Padahal itu bisa dipercepat dan bisa dipotong," jelasnya.

Ia pun mengatakan bisnis properti kerap kali terhambat izin berbelit, seperti Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), rekomendasi teknis, dan izin lokasi.

“Seharusnya dapat disederhanakan menjadi satu izin saja menjadi di izin lokasi,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Nasional Sofyan Djalil mengakui sejumlah perangkat aturan dan regulasi yang ada telah menghambat ruang gerak perekonomian nasional.

Sofyan menyebut regulasi itu juga menghambatnya masuknya investasi ke sektor properti.  Ia mencontohkan, untuk pengurusan izin mendirikan bangunann (IMB) saja membutuhkan waktu dua tahun. 

Belum lagi, persoalan administrasi yang menelan biaya mahal, apalagi mengurus sertifikat tanah di BPN.

"Itu (mengurus izin) bisa bulanan saja sudah syukur. Belum masalah pungutan liar, udah nggak karuan berapa uang yang dikeluarkan," ucapnya.

Dia mengatakan, Indonesia terbelit oleh lebih dari 40.000 undang-undang yang diterbitkan dari pemerintahan tingkat satu hingga pemerintahan tingkat dua. Hal ini, katanya, yang menghambat investasi tumbuh dan lapangan kerja terbuka.

Belum lagi, katanya  UU yang saling bertabrakan di tingkat kementerian. 

Untuk itu, katanya, pemerintah mencanangkan penyederhanaan UU dengan UU payung omnibus law. Sehingga 74 UU yang telah diidentifikasi sebagai penghambat disederhanakan menjadi satu UU saja.

"Dengan demikian iklim lapangan kerja, investasi dan ekonomi insya allah bisa kita tingkatkan," tuturnya.

Jika UU omnibus law tersebut rampung dan perekonomian meningkat, lanjutnya, maka sektor real estate sebagai salah satu kontributor pertumbuhan ekonomi akan dapat tumbuh kembali. 

"Pemerintah sadar sekali masalah infrastruktur kita telah menjadi lebih baik, dan tugas kabinet sekarang adalah meneruskan juga pembangunan infrastruktur. Semoga omnibus law tidak lama lagi selesai," ujarnya.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan