close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pekerja merapikan kain batik di UKM Batik Lebak Chanting Pradana di Lebak, Banten, Senin (20/4). Menurut pelaku usaha batik, pandemi Covid-19 berdampak menurunnya omzet hingga 90 persen dan mereka terpaksa meliburkan sementara pekerja produksi batik karen
icon caption
Pekerja merapikan kain batik di UKM Batik Lebak Chanting Pradana di Lebak, Banten, Senin (20/4). Menurut pelaku usaha batik, pandemi Covid-19 berdampak menurunnya omzet hingga 90 persen dan mereka terpaksa meliburkan sementara pekerja produksi batik karen
Bisnis
Minggu, 11 Oktober 2020 13:37

Hingga Juli, ekspor batik alami peningkatan hingga US$21,54 juta

Tujuan utama pasar ekspor batik ini adalah ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
swipe

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan produk batik dan kerajinan cukup berperan dalam perolehan devisa negara selama 2020. Kemenperin mencatat, nilai ekspor batik mengalami peningkatan tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.

Tercatat, capaian nilai ekspor batik pada 2019 mencapai sebesar US$17,99 juta. Sementara itu, pada Januari-Juli 2020, nilai pengapalan batik mengalami peningkatan mencapai US$21,54 juta. Adapun, negara tujuan utama pasar ekspor batik ini adalah ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Sedangkan, untuk industri kerajinan, jumlahnya saat ini lebih dari 700.000 unit usaha dengan serapan tenaga sebanyak 1,32 juta orang. Pada tahun 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga US$892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan perolehan tahun 2018 sebesar US$870 juta.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi mengatakan, Kemenperin mendorong industri batik dan kerajinan ikut memanfaatkan teknologi modern untuk mendongkrak produktivitas dan kualitas secara lebih efisien.

Dia mengaku, optimistis melalui pemanfaatan teknologi terkini, industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19.

"Industri kerajinan dan batik harus mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini atau berbagai perubahan karena dampak pandemi," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/10).

Dia melanjutkan, dengan cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi dan optimalisasi sumber daya yang ada, maka produktivitas di sektor ini dapat terus bergerak serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.

Namun, dia mengingatkan, sentuhan teknologi tersebut hendaknya tidak membuat suatu nilai budaya yang ada dalam produk kerajinan dan batik tersebut menjadi luntur, hilang, atau tergantikan.

"Jika teknologi yang digunakan dapat bersinergi dengan budaya lokal, maka penerapan teknologi tersebut akan memberikan dampak yang sangat positif. Tentunya kinerja industri akan meningkat dan budaya lokal tetap terjaga," tuturnya.

Lebih lanjut, dia menuturkan industri batik merupakan salah satu sektor yang cukup banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia.

"Industri batik mendapat prioritas pengembangan selain karena berbasis budaya lokal, juga dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, dampaknya ke transaksi perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar," ujar Doddy.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan