close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan ekspor minyak sawit nasional mulai tergerus. / Antara Foto
icon caption
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan ekspor minyak sawit nasional mulai tergerus. / Antara Foto
Bisnis
Senin, 15 Juli 2019 16:45

Ekspor minyak sawit turun akibat regulasi sejumlah negara

Beberapa negara tujuan utama ekspor komoditas minyak sawit mengubah regulasinya.
swipe

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan ekspor minyak sawit nasional mulai tergerus, karena dampak regulasi beberapa negara tujuan utama ekspor komoditas perkebunan Indonesia itu.

Pada April 2019, menurut data yang dikeluarkan Gapki, ekspor minyak sawit Indonesia secara total (crude palm oil/CPO dan turunan, oleochemical dan biodiesel) mencapai 2,44 juta ton. Angka ini mengalami penurunan 18% dibandingkan total ekspor pada Maret lalu sebesar 2,96 juta ton.

"Pada bulan Mei ekspor mulai menunjukkan peningkatan tetapi masih di bawah ekspektasi," kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjon di Jakarta, Senin (15/7).

Selanjutnya, ekspor minyak sawit Indonesia pada Mei 2019 mencapai 2,79 juta ton atau meningkat 14% dibanding bulan sebelumnya.

Sementara itu, total ekspor khusus CPO dan turunannya (tidak termasuk oleochemical dan biodiesel) pada April 2019 menurun 27% dari Maret atau menjadi 2,01 juta ton dari 2,76 juta ton. 

Beberapa negara tujuan ekspor utama memberlakukan regulasi yang sudah masuk dalam kategori hambatan dagang, seperti India, yang menaikkan tarif bea masuk minyak sawit sampai pada batas maksimum.

Mukti mengakui melemahnya pasar ekspor minyak sawit Indonesia tentu menjadi pekerjaan rumah bagi industri sawit Indonesia.

Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar kedua mengambil langkah sigap menghadapi regulasi India dengan memanfaatkan perjanjian dagang berupa Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) yang telah ditandatangani sejak tahun 2011.

Kemudian dilanjutkan dengan perundingan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang  menghasilkan diskon bea masuk impor refined products, sehingga lebih rendah dibandingkan bea masuk yang dikenakan kepada Indonesia. Tarif bea masuk refined product dari Malaysia 45% dari dari tarif berlaku 54%.

Alhasil, lanjutnya, dari diskon tarif bea masuk yang dinikmati Malaysia, pasar minyak sawit Indonesia ke India kian tergerus. Kini, pasar India didominasi oleh Malaysia.

Menyikapi hal ini, pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera mengakselerasi kerja sama ekonomi dengan India untuk pemberlakuan tarif impor yang sama, sehingga Indonesia dapat berkompetensi memeriahkan pasar India.

Sementara, di Uni Eropa, sejak diadopsinya Delegated Act RED II Maret lalu, telah ikut membangun sentimen negatif pasar minyak sawit Indonesia di Eropa.

Gapki mencatat ekspor CPO dan turunannya ke Benua Biru ini terus tergerus. Pada April 2019, ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia tercatat menurun 37% dibandingkan Maret. Kemudian pada Mei kembali melorot 4% dibandingan April (Maret 498.240 ton, April 315.240 ton dan Mei 302.160 ton).

Begitu juga dengan pasar utama ekspor lain yakni China yang mana pada April membukukan kenaikan ekspor sebesar 41 impor dibandingkan Maret (dari 353.460 ton meningkat menjadi 499.570 ton).

Namun pada Mei melorot 18% atau dari 499.570 ton turun menjadi 410.560 ton. Hal ini juga diikuti oleh Bangladesh. (Ant)
 

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan