Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menanggapi soal ekspor bijih nikel yang melebihi kuota. Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan kelebihan kuota ekspor ini kemungkinan terjadi karena adanya pemalsuan dokumen kepabeanan yang dilakukan oleh oknum Bea dan Cukai.
Heru mengungkapkan pemerintah akan menindak tegas apabila ditemukan oknum yang terlibat dalam pemalsuan dokumen ekspor tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahkan akan mempidanakannya.
"Kalau ternyata memang ada yang memalsukan dokumen itu ya kita pidanakan," ujar Heru di Jaakrta, Kamis (31/10).
Berdasarkan informasi yang diterima Kemenkeu, eksportir mengapalkan sebanyak 100 hingga 130 kapal berisi bijih nikel per bulan ke negara-negara importir. Padahal, batasan kuotanya hanya sebanyak 30 kapal per bulan.
"Tapi kami masih melakukan pendalaman," ucapnya.
Namun demikian, dia mengatakan pihaknya selalu melakukan pengecekan dokumen fisik dari setiap proses ekspor barang yang akan keluar dari pelabuhan, termasuk juga terhadap ekspor bijih nikel tersebut. Dia juga mengklaim selama ini ekspor yang keluar masih sesuai kuota.
"Kita selalu melakukan pengecekan dokumen fisik lah tentu saja. Yang ada di kami ya sesuai dengan kuota. Sudah kami cek," jelasnya.
Sementara itu, informasi mengenai pengapalan bijih nikel yang melebihi kuota tersebut datang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Luhut Binsar Panjaitan. Dia mengatakan lonjakan volume ekspor tersebut terjadi dalam periode waktu September hingga Oktober.
Ekspor tersebut, lanjutnya, bukan hanya dilakukan oleh pengusaha yang tidak memiliki smelter, namun juga oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki smelter pengolahan bijih nikel.
"Ekspor nikel ore sudah melampaui hampir tiga kali lipat kuota yang ada," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia memastikan ekspor bijih nikel Indonesia akan dihentikan mulai 29 Oktober 2019. Hal ini untuk mendorong hilirisasi produk nikel dan mendorong pertambahan pendapatan dari sekedar mengekspor bahan baku ke ekspor produk jadi.
"Karena kita sadar kalau ekspor rugi terus. Kalau sekarang kita ekspor ore paling US$45 juta per ton, kalau kita ekspor barang jadi bisa sampai US$2.000 per ton. Bisa dihitung berapa pajak yang kita dapat buat penerimaan negara," ucapnya.