close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pedagang memberi label harga buah pisang di salah satu stan petani binaan Petrokimia Gresik (PG) saat pembukaan Petro Agrifood Expo 2018 di Gresik, Jawa Timur, Jumat (20/7)/AntaraFoto
icon caption
Pedagang memberi label harga buah pisang di salah satu stan petani binaan Petrokimia Gresik (PG) saat pembukaan Petro Agrifood Expo 2018 di Gresik, Jawa Timur, Jumat (20/7)/AntaraFoto
Bisnis
Selasa, 07 Agustus 2018 17:19

Eksportir keluhkan tingginya bea masuk ke tujuan ekspor

Hal itu membuat produk pertanian Indonesia menjadi kurang kompetitif dengan produk dari negara lain
swipe

Eksportir mengeluhkan sulitnya mengekspor hasil pertanian ke China dan sulitnya mencari lahan untuk ekspansi di dalam negeri kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani. 

Perwakilan eksportir buah nanas dan pisang, Welly Soegiono mengeluhkan adanya tarif bea masuk di negara tujuan ekspor yang sangat besar. Hal itu membuat produk pertanian Indonesia menjadi kurang kompetitif dengan produk dari negara lain. Disisi lain, kebijakan dari pemerintah, dalam hal ini Dirjen Bea dan Cukai membuat usahanya menjadi terkendala. 

"Rupanya ada pergeseran fungsi, agar Bea Cukai ditarget bisa menyumbang ke pemasukan negara," keluh Welly langsung kepada Sri Mulyani, Selasa (7/8) di kantor Ditjen Bea dan Cukai. 

Welly mengaku, besarnya bea masuk ke sejumlah negara tujuan ekspor, terbilang tinggi. Dia mencontohkan, saat mengekspor nanas ke Korea, biaya yang harus dikelurkan sekitar 30% dan ke Vietnam 15%. Sementara pisang, ke Jepang dikenakan tarif 3%, padahal ekspor ke Filipina tidak dikenakan tarif apapun.

Welly juga mengeluhkan sulitnya mengekspor ke negara China. "Sudah mengurus ekspor ke China melalui business to businees selama 10 tahun, tapi tetap tidak berhasil," tutur dia.

Sebagai pelaku usaha yang bergerak di sektor pertanian, keberadaan lahan menjadi kebutuhan utama. "Sumber daya kami kan tanah, kalau bisa mendapatkan tanah lebih banyak, ekspor bisa meningkat dua kali. Dari 300 ton, bisa ke 700 ton," jelasnya. 

Hal itu langsung ditanggapi Sri Mulyani dan berjanji menyampaikannya kepada menteri terkait, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Perdagangan. Indonesia bisa melakukan lobi dengan sesama negara Asia terlebih kompetisi dengan negara Asean semakin kompetitif.

Untuk urusahan lahan, kata Sri Mulyani, fasilitas sertifikat tanah yang diberikan Presiden Joko Widodo bisa digunakan. Bahkan Direktorat Bea dan Cukai pun bisa membantu menyiapkan, lewat fasilitas plasma. 

"Ini adalah kritik yang bagus dan akan disampaikan ke Menko Perekonomian, termasuk Mendag. Lahan bisa dibantu disediakan bea cukai. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) juga bisa bantu," jelas Sri Mulyani. 

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menjelaskan, peluang ekspor yang semakin meningkat, dan terbatasnya lahan, pihaknya akan memberikan sejumlah fasilitas lanjutan kepada pelaku usaha. 

Salah satu yang sudah berjalan  adalah fasilitas plasma. Ketika ada pengusaha yang kekurangan tanah, maka Ditjen Bea Cukai akan membantu mencari petani di sekitar pabrik untuk membantu. 

"Mungkin dengan menggandeng petani di sekitar pabrik. Kawasan Berikat akan mengirimkan pupuk dan bibit yang tentunya terstandarisasi. Terserah saja, terpenting masih dalam konektivitas kerjasama mereka dan akan di bawah kontrol Bea Cukai," jelas Heru.

Metode ini  akan dikembangkan ke komoditi lainnya, seperti pertanian dan ternak. Dimana Bea Cukai akan membuat suatu area yang besar dan dapat langsung di ekspor. 

Dengan begitu, eksportir bisa mengurangi biaya produksi. Sekaligus mendorong ekspor dan semaksimal mungkin menyiapkan subititusi produk impor dan mengendalikan impor. 
 

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan