Tanaman hias berpotensi menjadi komoditas primadona. Pangkalnya, pertumbuhan ekspornya mencapai 96,79% pada 2021 dibandingkan tahun sebelumnya. Volume ekspor juga tumbuh 62,31%.
Ada beberapa negara utama tujuan ekspor taman hias Indonesia, seperti Jepang, disusul Singapura, Belanda, Amerika, China, Korea Selatan, Malaysia, dan Kanada. Adapun jenis ekspor tanaman Indonesia pada 2021, berdasarkan data Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan Kementan), didominasi beragam jenis benih hortikultura, baik dalam bentuk biji maupun tanaman hias, senilai Rp80 miliar.
"Jenis tanaman hias yang laris di mancanegara, terutama tujuan utama Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Korea Selatan, Jepang, dan Australia, itu jenis tanaman krisan, Saintpaulia, Uphorbia, Lilium, Philodendron, dan Lomandra," kata Kasub Koordinator Benih Ekspor dan Antar Area Pusat Karantina Tumbuhan dan KHN Barantan, Aulia Nusantara, dalam webinar Alinea Forum bertajuk "Peluang Besar Ekspor Tanaman Hias", Jumat (30/9).
Afrika dan Timur Tengah mulai membuka pasar ekspor tanaman hias asal Indonesia. Dengan demikian, menjadi peluang bagi eksportir untuk memperluas pangsa pasar.
Semakin tingginya minat negara tujuan ekspor tanaman hias terhadap tanaman Indonesia, membuat kewaspadaan atas persyaratan fitosanitari meningkat. Fitosanitari adalah serangkaian proses tindakan karantina tumbuhan yang dilakukan sebelum diekspor ke negara lain.
Karenanya, ekspor tanaman hias memberikan tambahan devisa bagi negara sekaligus juga menjadi tantangan bagi Barantan. Sebab, Barantan menjadi pintu utama saat produk impor masuk dan pintu terakhir ketika akan mengekspor tumbuhan dan hewan. Tanggung jawab Barantan kian besar seiring dengan adanya Program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) Kementan.
"Jadi negara-negara pengimpor tanaman hias dari Indonesia mulai aware dengan fitosanitari dengan tujuan untuk menghindari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) asal Indonesia tersebar ke negara tujuan. OPT ini bisa saja berupa serangga hidup, cendawan, nematoda, bakteri, virus, dan lainnya," tuturnya.
Tak hanya negara tujuan ekspor yang meningkatkan kewaspadaan fitosanitari, hal serupa juga mulai ditingkatkan di Indonesia untuk menghindari penyebaran OPT asal negara lain. Karenanya, tanaman hias yang siap dikirim ke luar negeri harus dijamin bebas OPT dengan phytosanitary certificate (PC) dan phytosanitary certificate re-export jika pengiriman harus transit di negara lain terlebih dahulu.
"Syarat fitosanitari ini berlaku dari hulu hingga hilir. Jadi, dari tempat budi daya atau produksi tanaman hiasnya juga harus bebas OPT yang diwaspadai negara tujuan, yakni pest free area (PFA), atau pest free places of production (PFPP), atau pest free production site (PFPS). Semuanya harus dilaksanakan secara efektif di lapangan," paparnya.
Aulia melanjutkan, persyaratan yang berlaku di setiap negara berbeda dan harus diikuti. Misalnya, pengiriman tanaman hias bebas tanah atau media tanam; tidak boleh rusak atau busuk; bebas dari bagian tanaman yang tidak dikehendaki, seperti Jepang dan Korea Selatan yang melarang beberapa jenis tanaman hias dikirim dengan akarnya untuk menghindari nematoda; kemasan harus bersih dan baru; disertai informasi yang ditentukan.
Persyaratan fitosanitari menjadi penting lantaran didasari pengalaman beberapa negara yang mengalami penyebaran OPT. Apalagi, OPT yang tersebar di negara tujuan ekspor bisa saja lebih berbahaya dibandingkan negara asalnya mengingat setiap negara memiliki kondisi alam berbeda.
"Kalau ada persyaratan fitosanitari yang tidak terpenuhi, maka eksportir akan mendapatkan beberapa tindakan bertahap dari negara tujuan ekspor, mulai dari notification of non-compliance (NNC), penolakan, pemusnahan, perlakuan ulang, dan paling fatal penutupan akses pasar," ujar Aulia.
NNC adalah peringatan dari negara tujuan ekspor kepada eksportir karena adanya persyaratan fitosanitari tidak sesuai. Biasanya bersamaan dengan NNC, maka tanaman hias akan mengalami penolakan agar tanaman kembali dikirim ke negara asal. Jika dalam jangka waktu yang telah ditetapkan belum juga dikembalikan, tanaman hias akan dimusnahkan di negara tujuan ekspor. Jika kejadian tersebut berulang, negara tujuan ekspor akan menutup akses pasar.
"Contoh paling akhir adalah penutupan akses pasar beberapa tanaman hias ke Taiwan. Ini awalnya kita beberapa kali mendapat NNC dari Taiwan di tahun 2020 dan dampaknya saat ini pasar ekspor beberapa jenis tanaman hias kita tidak boleh masuk Taiwan," pungkasnya.